Singapura (ANTARA News) - Harga minyak tetap di atas 129 dolar AS per barel di pasar komoditas Asia, Rabu, didorong kekhawatiran ketatnya pasokan global di tengah menguatnya permintaan, kata para dealer.
Melemahnya dolar AS dan ketegangan baru antara Amerika Serikat dan Iran menambah memanaskan lagi pasar, yang telah bergejolak akibat masuknya dana-dana sepekulatif, kata mereka ditulis AFP.
Kontrak berjangka minyak utama New York, minyak mentah "light sweet" untuk pengiriman Juli naik enam sen menjadi 129,04 dolar AS per barel.
Kontrak untuk Juni melesat ke posisi tertinggi selama ini 129,60 dolar AS, sebelum ditutup pada 129,07 dolar AS pada Selasa di New York Mercantile Exchange.
Kontrak minyak mentah jenis Brent, London, untuk pengiriman Juli naik 12 sen pada 127,96 dolar per barel. Harga minyak jenis ini malah sempat mencapai harga harian tertinggi selama ini 128,07 dolar AS.
David Moore, seorang analis komoditi Commonwealth Bank of Australia, mengatakan melemahnya dolar AS dan "kecenderungan para analis merevisi naik proyeksi harga minyak mereka" membantu mendorong harga naik.
Komoditi seperti harga minyak dalam mata uang AS menjadi lebih murah untuk para pemegang mata uang kuat lainnya.
Banyak juga yang mengatakan laporan keperluan bahan bakar pembangkit listrik di aderah yang terkena gempa bumi di China juga mendorong permintaan bahan bakar minyak naik.
Pemerintah China mengatakan Selasa, korban tewas akibat gempa berkekuatan 8,0 magnitude di barat daya negara itu pada 12 Mei telah meningkat menjadi 40.075 orang.
Eric Wittenauer, analis pada Wachovia Securities, mengatakan laporan tentang berkembangnya ketegangan antara Washington dan Teheran menambah kekhawatiran tentang sebuah konflik yang dapat berdampak terhadap negara kaya minyak Timur Tengah itu.
Ia mengatakan pasar bereaksi terhadap sebuah artikel dalam Jerusalem Post bahwa Presiden AS George W. Bush mengatakan "bermaksud menyerang Iran sebelum akhir masa jabatannya."
"Kami memiliki kepastian tidak mengesampingkan kemungkinan konflik tahun ini," kata Wittenauer.
Pasar juga merespon gangguan pasokan minyak di Perancis dan keengganan OPEC menaikkan produksinya, kata para analis.
Meski AS menyerukan Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) untuk menaikkan produksinya dalam upaya mendinginkan harga minyak, namun Presiden OPEC Chakib Khelil mengatakan kartel minyak tidak akan mengambil keputusan tingkat produksi sebelum pertemuan September.
Khelil mengatakan ia tidak memperkirakan produksi meningkat, menekankan bahwa "harga saat ini tidak berdasarkan pada (tradisional) pasokan dan permintaan."
Banyak pejabat OPEC beralasan tingginya harga minyak saat ini didorong ulah para spekulan bukan karena pasokan dan permintaan riil di pasar seimbang.
Harga minyak telah melompat lebih dari seperempatnya sejak awal 2008, ketika menembus 100 dolar AS per barel untuk pertama kalinya. Pasar dalam beberapa pekan terakhir ini juga didorong kerusuhan di Nigeria anggota OPEC, yang juga eksportir minyak terbesar Afrika.
Bush selama kunjungannya ke Arab Saudi, Jumat lalu, menekan produsen minyak terbesar dunia itu untuk meningkatkan produksinya guna membantu meredam gejolak harga minyak yang telah memicu inflasi dan menghambat pertumbuhan ekonomi di AS dan negara-negara lainnya.
Menteri perminyakan Arab Saudi Ali al-Nuaimi mengatakan kerajaan telah meningkatkan produksi minyaknya 300.000 barel per hari mulai 10 Mei dalam merespon pesanan dari para pelanggan, sebagian besar dari AS.
(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008