London, (ANTARA News) - Harga minyak melambung mencapai rekor di atas 129 dolar AS per barel, Selasa waktu setempat atau Rabu pagi WIB, karena kecemasan tentang ketegangan AS dengan Iran menambah memanasnya spekulasi di pasar dan mendorong kekhawatiran tentang ketatnya pasokan global dan menguatnya permintaan.
Kontrak berjangka minyak utama New York, minyak mentah jenis "light sweet" untuk pengiriman Juni di perdagangkan di posisi tertinggi 129,60 dolar AS sebelum mundur kembali menjadi ditutup pada 129,02 dolar AS per barel, naik 2,02 dolar AS dari penutupan Senin.
Kontrak minyak mentah Brent, London, untuk pengiriman Juli meningkat 2,78 dolar AS menjadi ditutup pada 127,84 dolar AS per barel setelah sempat mencapai posisi tertinggi selama ini 128,07 dolar AS.
Eric Wittenauer, analis pada Wachovia Securities, mengatakan laporan tentang berkembangnya ketegangan antara Washington dan Teheran menambah kekhawatiran tentang sebuah konflik yang dapat berdampak terhadap negara kaya minyak Timur Tengah itu.
Ia mengatakan pasar bereaksi terhadap sebuah artikel dalam Jerusalem Post bahwa Presiden AS George W. Bush mengatakan "bermaksud menyerang Iran sebelum akhir masa jabatannya."
"Kami memiliki kepastian tidak mengesampingkan kemungkinan konflik tahun ini," kata Wittenauer sebagaimana dilaporkan AFP.
Pasar juga merespon gangguan pasokan minyak di Perancis dan keengganan OPEC menaikkan produksinya, kata para analis.
"Secara keseluruhan, pelaku pasar minyak saat ini memilh fokus terhadap sisi pasokan, dengan para investor meragukan bahwa meningkatnya permintaan untuk bahan bakar destilasi dari Asia, Timur Tengah dan ekonomi berkembang lainnya akan memenuhi pasokan," kata amalis dari Sucden, Andrey Kryuchenkov.
Permintaan bantuan negara para nelayan Perancis untuk mengatasi melambungnya biaya bahan bakar dengan memblokade depo minyak Mediterania terbesar di Fos-sur-Mer pada Selasa, meningkatkan gerakan protes selama 10 hari.
Sekitar 50 nelayan menggunakan ban dan peti kayu untuk memblokade jalan memotong akses ke depo Fos-sur-Mer depot, mengakibatkan kemacetan sekitar 100 truk tanker mengantri masuk.
Sementara Analis Bank of Ireland Paul Harris mengatakan penolakan OPEC untuk mempertimbangkan tingkat produksinya sebelum pertemuan September "terus membebani kekhawatiran pasokan dan menambah kenaikan kecenderungan kenaikan harga."
Presiden OPEC Chakib Khelil mengatakan Senin kartel minyak tidak akan mengambil keputusan tingkat produksi sebelum pertemuan September, meski AS menyerukan kenaikan produksi untuk menekan melambungnya harga minyak.
Khelil mengatakan ia tidak memperkirakan produksi meningkat dan menekankan bahwa "harga saat ini tidak berdasarkan pada (tradisional) pasokan dan permintaan."
Banyak pejabat pemilik Organisasi Negara-negara Eksportir Minyak (OPEC) beralasan tingginya harga minyak saat ini didorong ulah para spekulan dan bukan karena pasokan dan permintaan riil di pasar seimbang.
Melemahnya dolar AS juga mendorong harga minyak, karena komoditi yang dihargakan dalam dolar AS menjadi lebih murah bagi para pemegang mata uang kuat lainnya.
Harga minyak telah melompat lebih dari seperempatnya sejak awal 2008 ketika pertama kali menembus 100 dolar AS per barel. Pasar dalam beberapa pekan terakhir ini juga terpengaruh kerusuhan di negara anggota OPEC, Nigeria, yang juga eksportir minyak terbesar Afrika.
Bush selama kunjungannya ke Arab Saudi, Jumat lalu, menekan produsen minyak terbesar dunia itu untuk meningkatkan produksinya guna membantu meredam gejolak harga minyak yang telah memicu inflasi dan menghambat pertumbuhan ekonomi di Amerika Serikat dan negara-negara lainnya.
Menteri perminyakan Arab Saudi Ali al-Nuaimi mengatakan negaranya telah meningkatkan produksi minyak 300.000 barel per hari mulai 10 Mei dalam merespon pesanan dari para pelanggan, sebagian besar dari AS.(*)
Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2008