Ternate (ANTARA) - Tanaman kayu manis di Kota Ternate, Maluku Utara (Malut), yang sejak zaman dulu sudah terkenal kekhasan aromanya, terancam tinggal kenangan karena petani setempat tidak berminat membudidayakannya lagi.

Salah seorang petani di Kota Ternate, Hamdal, Minggu, mengatakan para petani di daerah ini tidak berminat lagi membudidayakan kayu manis karena nilai ekonominya tidak seberapa jika dibandingkan dengan menanam cengkih atau pala.

Tanaman kayu manis baru bisa diproduksi berusia sekitar 10 tahun dan itu pun yang bisa menghasilkan uang hanya kulitnya, sedangkan kayunya tidak memiliki nilai ekonomi karena tidak dapat dimanfaatkan untuk bahan bangunan.

Menurut dia, satu pohon kayu manis hanya menghasilkan Rp1 juta-an, jauh lebih kecil jika dibandingkan hasil cengkih atau pala yang dalam satu pohon bisa menghasilkan Rp5 juta-an dan produksinya berkesinambungan.

Petani sekarang hanya menanam kayu manis sebagai batas kebun. Itu pun jika keberadaannya menghalangi pertumbuhan cengkih dan pala, biasanya ditebang karena bisa memengaruhi produktivitas kedua jenis tanaman rempah itu.

Salah seorang pelaku usaha kuliner tradisional di Ternate, yang bahan baku usahanya memanfaatkan kayu manis, Idrus mengakui belakangan ini semakin sulit untuk mendapatkan kayu manis produksi dari Ternate, sehingga mereka terpaksa mendatangkan dari wilayah Halmahera.

Para pelaku usaha kuliner tradisional yang bahan bakunya menggunakan kayu manis, seperti kopi rempah dan aneka jenis kue lebih suka memanfaatkan kayu manis dari Ternate karena aromanya lebih harum jika dibandingkan kayu manis dari daerah lainnya di Malut.

Ia menyarankan kepada Pemkot Ternate untuk memberikan insentif kepada petani di daerah ini agar mau kembali membudidayakan kayu manis secara besar-besaran atau menjadikannya sebagai tanaman penghijauan di kawasan hutan kritis yang dibiayai pemerintah.

Kayu manis selain dimanfaatkan untuk bahan baku makanan, juga dipakai untuk bahan pengobatan herbal seperti untuk penyakit diabetes, gangguan pencernaan, dan menurunkan darah tinggi.

Pewarta: La Ode Aminuddin
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2019