Jakarta (ANTARA News) - Krisis minyak dan gas yang melanda Indonesia lebih disebabkan karena seluruh produksi dan perdagangan minyak dan agas (Migas) nasional dikuasai oleh kekuatan tertentu, sementara pejabat pemerintah maupun Pertamina tidak mampu mengatasi kekuatan itu, justru sebaliknya pemerintah dan Pertamina didikte agar mengikuti kemauannya dalam menetapkan kebijakan di bidang Migas. Demikian ditegaskan Ketua Umum Aliansi Suara Rakyat (ASR) yang juga Ketua Umum Front Persatuan Nasional (FPN) KH Agus Miftach dalam pernyataan pertama setelah deklarasi ASR di Jakarta, Selasa terkait rencana pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM). Agus Miftach menyatakan, tingginya harga minyak dunia hingga mencapai 128 dolar AS/barel, bukan satu-satunya sebab tingginya harga BBM di dalam negeri. "Jangan lupa Indonesia adalah negara produsen minyak dengan kapasitas 940 ribu barel atau 2,75% produksi OPEC. Ini jauh di bawah kuota OPEC yang sebesar 1.450.000 barel/hari," katanya. Tetapi, kata Agus Miftach, Indonesia menempuh kebijakan aneh, yaitu mengekspor sebagian besar minyak mentah dan mengimpor hampir seluruh kebutuhan minyak jadi. Akibatnya, tentu selalu defisit dan malah membebani perekonomian nasional. Ini tidak terlepas dari ulah kelompok itu. Sudah lama kondisi perminyakan Indonesia terjebak dalam mekanisme mereka yang bercokol secara konspirasi di Pertamina dan Kantor ESDM, katanya. Karena itu, kata dia, Presiden harus segera memberhentikan Direksi Pertamina dan pejabat di Kementerian ESDM serta meminta pertanggungjawaban kepada mereka atas adanya kekuatan tertentu itu. "Terjadi mega penyelundupan minyak Indonesia hingga 2,4 juta barel dengan harga Rp1.500,-/liter, tidak lepas dari tanggungjawab pejabat di Pertamina dan Kantor Kementerian ESDM. Itu lebih mirip perampokan harta rakyat Indonesia," katanya. Lebih tragis lagi, kata dia, minyak hasil selundupan dari Indonesia tersebut dibeli lagi oleh Pertamina dengan harga internasional. "Mengapa kejahatan skala besar yang berlangsung secara terbuka dan perairan Indonesia ini yang melibatkan pihak yang jelas diketahui tidak dapat ditindak, bahkan dilindungi sehingga dapat berlangsung secara leluasa. Inilah kejahatan dan pengkhianatan terhadap Bangsa Indonesia yang harus dibasmi," katanya. Agus Miftach mengungkap kasus yang melibatkan pejabat Pertamina dan pejabat di Kantor Kementerian ESDM. Pertamina pernah sengaja mengimpor minyak Azeri milik Beyond Petroluem Azerbaijan sebesar 900 ribu barel yang letaknya sangat jauh, bahkan harus dilakukan dua kali pengapalan yang menjadikan harga minyak Azeri sangat mahal. "Mengapa Pertamina tidak membeli dari ladang Afrika Barat yang lebih dekat? Ini tentu ada permainan yang melibatkan mafia yang bersekongkol dengan birokrat di Pertamina dan kantor ESDM. Inikah yang harus diselesaikan dengan subsidi atau pencabutan subsidi?" katanya. Dia menyatakan, pemerintah dan rakyat telah dibodohi dan dijadikan sapi perahan oleh kelompok tertentu itu. "Apakah rakyat juga yang harus menanggung kehancuran perminyakan nasional akibat kejahatan itu? Inilah sebabnya Aliansi Suara rakyat memahami penolakan masyarakat terhadap kenaikan harga BBM," katanya. Sikap hati-hati pemerintah juga perlu dihargai. Tetapi yang terlebih penting adalah pemerintah harus segera menindak kelompok itu dan birokrat yang telah menghancurkan industri minyak dan perekonomian nasional, demikian KH Agus Miftach.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008