Surabaya (ANTARA) - Puluhan warga Kota Surabaya melapor ke Kepolisian Daerah Jawa Timur (Polda Jatim) karena terjerat utang melalui aplikasi pinjaman daring/online, dan tidak bisa mengembalikan karena tingginya bunga dan ketidaksesuaian saat pencairan.
"Saya sudah mendampingi proses hukum 'pro bono' terhadap sebanyak 25 orang yang terjerat utang melalui aplikasi daring. Semua perkaranya kami laporkan ke Polda Jatim," ujar advokat Tony Suryo kepada wartawan di sela mendampingi sejumlah kliennya saat melapor ke Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Jatim di Jalan Ahmad Yani Surabaya, Minggu.
Baca juga: Ahli ekonomi: Belanja daring picu PHK pekerja ritel
Dia menjelaskan aplikasi daring itu semula memberi kemudahan pemberian utang karena salah satunya tanpa disertai syarat jaminan atau agunan yang gencar dipromosikan melalui media sosial seperti Facebook, Instagram, dan lain sebagainya.
"Tapi bunganya cukup besar dan jatuh temponya pendek, seperti jika berutang sebesar Rp1,5 juta, cairnya cuma sebesar Rp800 ribu dan harus dilunasi selama seminggu senilai total Rp1,8 juta," katanya.
Proses pemberian pinjamannya ini, kata dia, sebenarnya tidak ada masalah secara hukum, namun masalahnya ketika peminjam tidak bisa membayar sesuai jatuh tempo, perusahaan dari aplikasi mengerahkan penagih utang atau 'Debt Collector' dengan cara meneror dengan kata-kata tidak senonoh melalui pesan pendek di telepon seluler maupun media sosial," katanya.
Penagih utang ini, lanjut dia, tidak hanya meneror ke nomor telepon seluler peminjam yang terlilit utang, melainkan juga ditujukan kepada nomor telepon seluler para kerabatnya.
Baca juga: Mahasiswa Surabaya buat aplikasi perencanaan liburan daring
Tony meyakini aplikasi daring ini bisa melihat data-data yang tersimpan di dalam telepon seluler para debitur atau nasabahnya.
"Mereka bisa melihat nomor telepon mana saja milik para kerabat debitur bermasalah yang sering dihubungi dan kemudian menghubunginya satu persatu dengan menebar kata-kata tidak senonoh yang menjelekkan," katanya.
Tony menandaskan aplikasi pinjaman daring ini ada banyak yang diduga saling bersekongkol.
"Kami mendata ada sekitar 80-an aplikasi pinjaman daring," ujarnya.
Ia mengatakan, karena bunganya mencekik dengan jatuh tempo yang sangat pendek, selain juga kalau tidak mampu membayar harus menghadapi teror dari para penagih, pada akhirnya kebanyakan debitur berutang di lebih dari dua aplikator pinjol dengan tujuan untuk "gali lubang tutup lubang".
Melia, salah seorang debitur pinjaman daring warga Kota Surabaya yang turut melapor ke Polda Jatim, mengaku telah berutang kepada sebanyak 30 aplikasi pinjaman daring.
"Awalnya cuma berutang ke satu aplikator senilai Rp1,5 juta. Karena terus ditagih, saya mendaftar ke aplikator lain untuk menutup utang yang terdahulu. Begitu seterusnya sampai sekarang saya punya utang di 37 aplikator pinjol. Total utang saya sekarang mencapai Rp30-an juta," katanya.
Teror yang disebar oleh penagih utang melalui pesan pendek kepada telepon seluler teman-temannya membuat Melia kini harus menanggung malu.
"Teror dari penagih utang sangat mengintimidasi. Saya sampai keluar dari tempat kerja akibat tidak kuat menanggung malu. Karena teman-teman sekantor ikut diintimidasi oleh para penagih. Semua orang sekarang tahu kalau saya punya banyak utang," ucap mantan karyawati di sebuah perusahaan swasta di Kota Surabaya ini.
Baca juga: Kupang menerapkan program aplikasi daring untuk pengaduan warga
Pewarta: A Malik Ibrahim / Hanif Nashrullah
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2019