Jakarta (ANTARA News) - Dalam suasana memperingati Seabad Kebangkitan Nasional bangsa Indonesia kehilangan salah seorang putra terbaik, mantan Gubernur DKI Jakarta Letjen (Purn) Ali Sadikin wafat di Singapura, Selasa sekitar pukul 18:30 waktu setempat.
"Bapak wafat di Rumah Sakit Glen Eagles setelah lima minggu dirawat," kata Mia, sekretaris Ali Sadikin saat dihubungi pertelefon.
Sambil menangis terisak-isak, Mia mengaku belum tahu kapan jenazah akan dibawa kembali ke Tanah Air tetapi akan diusahakan secepatnya.
LKBN Antara beberapa pekan lalu juga memberitakan saat Bang Ali, sapaan akrab Ali Sadikin, menjalani pemeriksaan menyeluruh (check up) di rumah sakit di Jakarta.
Selain faktor usia, Bang Ali mengidap gangguan jantung dan organ lain.
Kematian Bang Ali mengejutkan juniornya, mantan orang nomor satu di Jakarta Sutiyoso.
Gubernur DKI Jakarta periode 1997-2007 Letjen (Purn) Sutiyoso mengaku merasa sangat kehilangan atas wafatnya Gubernur DKI Jakarta masa bhakti 1966-1977 Ali Sadikin.
"Beliau menjadi penasihat saya selama saya menjadi Gubernur," kata Sutiyoso ketika dihubungi pertelefon di Jakarta, Selasa, mengenang Ali Sadikin.
Sutiyoso mengatakan bahwa dirinya kerap dinilai banyak orang sebagai "Ali Sadikin II" karena gaya kepemimpinan keduanya mirip.
"Beliau sangat konsisten, menjalankan keputusan sesuai kebenaran yang diyakini," katanya.
Sutiyoso mengatakan Ali Sadikin sangat berhasil membawa kemajuan pembangunan Ibu Kota Negara.
Meskipun demikian Sutiyoso mengoreksi sejumlah hasil pembangunan yang ditinggal Ali Sadikin seperti mengganti lokalisasi Kramat Tunggak menjadi Islamic Center, memagari Taman Monas, mengganti Stadion Menteng menjadi taman.
"Semua saya bicarakan dan laporkan kepada Bang Ali. Dia mendukung penuh," katanya.
Petisi 50
Bang Ali lahir di Sumedang, Jawa Barat 7 Juli 1927.
Ia menjadi Gubernur DKI Jakarta ke-7 menggantikan Soemarmo setelah ditunjuk oleh Presiden Soekarno saat itu.
Bang Ali kemudian diganti oleh Tjokropranolo pada era Presiden Soeharto.
Bila Bang Ali menjadi gubernur dalam dua orde yakni Orde Lama dan Orde Baru, demikian pula dengan Sutiyoso mengalami dua orde yakni Orde Baru dan Orde Reformasi. Mereka sama-sama menjadi gubernur selama 10 tahun.
Selama menjabat Gubernur, Bang Ali sangat berjasa membangun Ibukota Negara seperti Taman Ismail Marzuki, Kebun Binatang Ragunan, Proyek Senen, Taman Impian Jaya Ancol, dan sebagainya.
Ia dikenal sebagai pemimpin yang tegas, jujur, bersih, dan sederhana.
Bang Ali juga pernah menjabat Deputi Kepala Staf TNI-AL dan Menteri Perhubungan Laut.
Bang Ali bersama 49 mantan petinggi TNI dan tokoh nasional mengeluarkan Petisi 50 pada 5 Mei 1980 yang mengritisi Presiden saat itu Soeharto.
Selain Bang Ali, tokoh yang terlibat dan menandatangani Petisi itu antara lain mantan Ketua MPRS Jenderal (Purn) AH Nasution, mantan Kapolri Jenderal (Purn) Hoegeng, mantan Perdana Menteri M Natsir dan Burhanuddin Harahap.
Selain itu ada juga wanita pejuang SK Trimurti dan sejumlah aktivis seperti AM Fatwa, Judilherry Justam, Chris Siner Key Timu, Anwar Harjono, Alex Jusuf Malik.
Petisi itu diberi judul "Pernyataan Kepedulian" berisi kritik kepada Soeharto yang menggunakan Pancasila sebagai alat politiknya dan alat penekan lawan-lawannya.
Petisi itu dikeluarkan untuk menanggapi pidato Soeharto dalam pertemuan petinggi TNI (saat itu ABRI) di Pekanbaru pada 27 Maret 1980 dan pidato Soeharto pada HUT Kopasandha (saat ini Kopassus) di Cijantung, Jakarta pada 16 April 1980.
Petisi itu disampaikan oleh Dr Azis Saleh ke pimpinan DPR dan pada 3 Juli 1980 sebanyak 19 anggota DPR menyurati Presiden untuk minta tanggapan.
Soeharto pada 1 Agustus 1980 menyurati Ketua DPR Daryatmo tentang tanggapannya atas Petisi 50 itu.
Alhasil mereka yang terlibat dalam Petisi 50 menjadi musuh politik Soeharto. Mereka mendapat berbagai tekanan dan perlakuan tak adil.
Bang Ali dikenal pula sebagai salah seorang pendekar hukum karena mendirikan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia yang memberi perlindungan hukum untuk rakyat kecil.
Bang Ali menjadi simbol perlawanan dan perjuangan menegakkan kebenaran.
Sosoknya amat dibutuhkan saat bangsa ini berusaha keras bangkit dari keterpurukan namun Bang Ali telah pergi.(*)
Oleh Oleh Budi Setiawanto
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008