Nganjuk (ANTARA News) - Monumen dr Soetomo di Dusun Sono, Desa Ngepeh, Kecamatan Loceret, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, Selasa terlihat berbenah menghadapi berbagai acara menyambut Peringatan Seabad Kebangkitan Nasional.Permukaan jalan sepanjang dua kilometer dari Desa Ngepeh menuju Dusun Sono diperhalus dengan menggunakan aspal "hotmix". Demikian halnya jalan menuju Dusun Pucung, tempat para leluhur dan kerabat dr Soetomo dimakamkan, tak luput dari pembenahan.Cat pada permukaan patung dr Soetomo dan prasasti berisi pesan yang ditulis pahlawan pergerakan nasional itu yang beberapa hari sebelumnya memudar, kini sudah terlihat mengkilap. Gedung utama yang berdiri di tengah-tengah areal monumen juga terawat. Tak ketinggalan museum berisi alat-alat kedokteran peninggalan dr Soetomo semasa masih membuka praktik di RS Simpang (CBZ) Surabaya terlihat bersih dan teratur. Sebelumnya atap gedung yang bangunannya mirip pendapa itu nyaris runtuh, demikian juga perlatan kedokteran dan foto-foto pendiri organisasi "Boedi Oetomo" pada 1908 itu terlihat berdebu. Sementara rerumputan tebal yang tumbuh di sekitar patung mulai terawat. Demikian dengan berbagai jenis tanaman, seperti kembang wungu, sawo kecik, blimbing wuluh, kembang tanjung, arum dalu, dan bunga kamboja yang mengilingi lahan seluas dua haktere itu tampak rapi. Di sebelah timur bangunan pendapa itu kini berdiri tenda besar. "Tenda itu disiapkan untuk para tamu dari Jakarta," kata juru pelihara Monumen dr Soetomo, Suminem (64). Menurut dia, para tamu dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) itu akan menggelar pengobatan massal. "Siapapun boleh hadir dalam pengobatan massal itu, gratis dan tidak dipungut biaya," kata pensiunan guru sekolah dasar yang selama ini menjadi juru pelihara bersama suaminya, Kustiono itu. Sejak diresmikan oleh Menteri Penerangan Harmoko pada 6 Mei 1986, monumen yang kini berada di bawah pengawasan Dinas Pariwisata, Kesenian, dan Kebudayaan Kabupaten Nganjuk itu jarang sekali ditempati upacara. "Bukan hanya peringatan Hari Kebangkitan Bangsa, tapi perayaan 17 Agustus pun tidak pernah ada upacara di sini," kata Kustiono menuturkan. Lahan itu awalnya rumah keluarga H Abdurrahman Singowidjojo (eyang dr Soetomo). Di rumah itu pula dr Soetomo dilahirkan pada 30 Juni 1888. Bahkan ari-arinya (plasenta) dikuburkan di sisi selatan rumah induk yang kini berdiri patung dr Soetomo sedang duduk. Setelah Abdurrahman wafat, rumah tersebut ditempati oleh Soepomo (salah satu paman dr Soetomo) hingga memiliki beberapa anak. Seiring dengan pembangunan monumen itu pada 1985, ahli waris Soepomo mendapatkan lahan pengganti di Desa Ngepeh. "Jadi sekarang lahan monumen itu milik pemerintah," kata Kustiono. Sekitar satu kilometer dari monumen itu terdapat makam khusus keluarga besar Abdurrahman Singowidjojo, diantaranya Abdurrahman sendiri, RAY. Soedarmi Soewadjipoetro (ibu kandung dr Soetomo), dan R. Hardjodipoero (paman sekaligus pendidik dr Soetomo). Selain itu beberapa kerabat lain dr Soetomo, seperti Siti Nurjanah, Kiai Bunawi, dan Sugeng Ari Subuwono juga dimakamkan di Desa Ngepeh. Sedang ayah dr Soetomo, R. Soewadjipoetro dimakamkan di Madiun.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008