Jakarta (ANTARA News) - Departemen Keuangan (Depkeu) mengungkapkan hingga saat ini masih terdapat kesemrawutan dalam pengelolaan hibah luar negeri karena adanya aturan yang tidak sejalan. "Ada kementerian/lembaga yang menerima hibah tetapi tidak didaftarkan ke Depkeu sehingga tidak masuk dalam APBN," kata Dirjen Pengelolaan Utang Depkeu, Rahmat Waluyanto di Jakarta, Senin. Rahmat menyebutkan, ada aturan berbentuk peraturan pemerintah (PP) yang tidak sejalan bahkan bertentangan tetapi kedua PP itu hingga saat ini masih sama-sama berlaku. Senada dengan Rahmat, Direktur Evaluasi dan Settlement Ditjen Pengelolaan Utang, Widjanarko mengatakan, PP terbaru yang mengatur soal hibah adalah PP Nomor 2 tahun 2006 tentang Tata Cara Pengadaan Hibah Luar Negeri. "Selain itu juga terdapat Surat Edaran (SE) Dirjen Anggaran Nomor 67 tahun 2006," kata Widjanarko. Dua aturan itu pada dasarnya meminta agar kementerian/lembaga melaporkan setiap hibah yang diterimanya ke Depkeu sehingga masuk dalam perhitungan APBN. Menurut Widjanarko, tidak teraturnya pengelolaan hibah luar negeri itu menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah tahun 2007. Sementara itu mengenai PP yang tidak sejalan dengan PP Nomor 2 tahun 2006, Widjanarko mengatakan, hingga saat ini pemerintah belum mencabut PP Nomor 19 tahun 1955. PP tersebut mengatur peran Sekretariat Negara (Setneg) untuk melakukan "endorsement" atas hibah luar negeri. Jadi hibah luar negeri dilaporkannya ke Setneg. "Keberadaan PP ini sedang dievaluasi oleh Direktorat Pinjaman dan Hibah Luar Negeri Ditjen Pengelolaan Utang, yang jelas arahnya semua hibah luar negeri harus on budget," kata Widjanarko. Sementara itu mengenai hibah luar negeri yang sudah ditandatangani untuk pencairan selama 2008, Widjanarko menyebutkan, jumlahnya mencapai sekitar 42,97 juta dolar AS. Jumlah tersebut terdiri dari hibah dari Kanada sebesar 7,89 juta dolar AS, Republik Korea 2,1 juta dolar AS, Netherland sebesar 22,68 juta dolar AS, ADB 5,95 juta dolar AS, FAO 877,15 ribu dolar AS, IBRD 2,91 juta dolar AS, dan IDB 260,09 ribu dolar AS. "Ini merupakan jumlah yang sudah ditandatangani dan diharapkan dapat ditarik semuanya dalam tahun 2008 ini," kata Widjanarko.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008