Purwokerto (ANTARA News) - Pengamat ekonomi Ichsannudin Noorsy berpendapat berbagai asumsi yang digunakan pemerintah dalam APBN Perubahan 2008 tidak realitis. Kepada wartawan di Purwokerto, Senin, dia mengatakan, inflasi yang terjadi pada Hari Raya Idul Fitri, Natal, dan Idul Adha diperkirakan minimal sebesar 10 persen dan nilai tukar rupiah akan bergerak pada posisi Rp9.200,00 per dolar Amerika. Menurut dia, asumsi "lifting" minyak bumi riilnya sebesar 950 ribu barel per hari bukan 927 ribu barel per hari serta SBI tidak mungkin bermain pada posisi 8,5 persen tetapi sekitar 9-10 persen. "Tapi pertanyaannya apa arti asumsi tadi, jika ternyata beliau (pemerintah) tidak berhasil mengurangi kemiskinan, pengangguran, maupun ketimpangan," katanya. Sebelum BBM naik saja, kata dia, indikator ketimpangannya antara lain bagaimana satu unit usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) itu berpendapatan Rp30 juta per tahun sedangkan usaha besar memperoleh pendapatan Rp407 juta/tahun dari produk domestik bruto (PDB) yang mereka peroleh. "Kalau terjadi kenaikan BBM, akan semakin timpang. Jadi ketika kita bicara UMKM bisa menyelamatkan kenaikan BBM, problem utamanya bukan sekadar bisa menyerap tenaga kerja yang lebih besar," katanya. Menurut dia, permasalahan utamanya adalah bagaimana UMKM bergeliat sekaligus memperoleh pendapatan yang lebih besar sebagai tambahan PDB. Dengan demikian, kata dia, untuk mengatasi permasalahan tersebut bukan melalui pemberian bantuan tunai langsung (BLT) dengan menempatkan tangan masyarakat di bawah. "Saya berpendapat, lebih bagus BLT tersebut diubah menjadi kegiatan padat karya, irigasi rakyat, dan tidak ada UMKM yang `bankable` melainkan `visible`," katanya. Ia mengatakan, alangkah baiknya jika bantuan tersebut tidak sekadar dana bergulir melainkan bisa untuk mendampingi usaha maupun membuka akses untuk peningkatan PDB. Menurut dia, jaring pengaman yang baik untuk mengatasi dampak kenaikan BBM yakni melalui program padat karya tersebut.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008