Martapura (ANTARA) - Sebagai bentuk dukungan terhadap pelestarian alam, segenap pewarta, kontributor dan keluarga besar Kantor Berita Antara Biro Kalimantan Selatan melakukan aksi penanaman bibit pohon gaharu di Taman Hutan Raya (Tahura) Sultan Adam di Mandiangin, Kabupaten Banjar, Sabtu (24/8).

Kepala Biro Kantor Berita Antara Kalimantan Selatan Nurul Aulia Badar mengatakan, dipilihnya gaharu lantaran jumlah kayu gaharu di alam kini sudah semakin berkurang seiring tingginya penebangan.

"Kita ketahui bersama, kayu gaharu
sebagai salah satu komoditas kayu termahal karena tingginya permintaan dan minat terhadap jenis kayu satu ini," terang pria yang akrab disapa Olly itu.

Baca juga: Dishut Babel identifikasi tanaman gaharu hutan Pelangas

Untuk itulah, kata dia, dibutuhkan kepedulian semua pihak melestarikan pohon gaharu di alam agar tak habis dibabat, sehingga tetap bisa dinikmati manfaatnya di masa-masa yang akan datang.

"Penanaman bibit pohon gaharu ini sebagai kampanye sekaligus edukasi kita agar semua pihak bisa peduli atas keberadaannya," jelas Olly menekankan.

Keluarga besar Biro Kantor Berita Antara Kalimantan Selatan menanam bibit pohon di Tahura Sultan Adam, Mandiangin. (ANTARA/Frman)

Sementara Redaktur Senior LKBN Antara Biro Kalsel Hasan Zainuddin menambahkan, jenis kayu gaharu umumnya memiliki warna kehitaman pekat yang khas dan juga mengandung resin (getah) pada bagian gubalnya.

Baca juga: Warga PNG pemilik 19,5 gaharu ilegal ditangkap

"Di alam liar, pohon gaharu bisa tumbuh tinggi hingga 50 meter dengan diameter batang 60 sampai 70 centimeter. Jadi, peran pohon ini sangat vital di alam sebagai pohon besar yang menyerap banyak air dan melepas oksigen ke udara," tutur pria yang kerap dipanggil Paman Anum itu.

Diungkapkannya, penggunaan dari kayu gaharu yang populer selain sebagai bahan parfum dan produk kosmetik adalah aksesoris seperti bahan membuat gelang, liontin, kalung hingga tasbih.

Kemudian dalam bidang kesehatan juga untuk obat-obatan. Pemanfaatan kayu gaharu lainnya pelengkap bahan bangunan layaknya kayu meranti, seperti kusen pintu atau sekadar dekorasi penyempurna ruang.

Baca juga: Satgas Pamtas Yonif 511/Dibyatara Yodha amankan kayu gaharu buaya

"Karena memiliki nilai ekonomis yang sangat tinggi inilah, pohon gaharu terus ditebang. Untuk itu, kita harus edukasi masyarakat untuk menyelamatkan pohon gaharu di alam jangan sampai punah," tandas pria yang aktif di organisasi pecinta alam seperti Forum Komunitas Hijau (FKH) dan Masyarakat Peduli Sungai (Melingai).

Aksi penghijauan oleh keluarga besar Kantor Berita Antara Biro Kalimantan Selatan itu juga masih dalam rangka memperingati Hari Kemerdekaan Ke-74 tahun Republik Indonesia.

Untuk itu, selain penanaman bibit pohon juga dirangkai beragam acara hiburan ala 17 Agustusan seperti lomba-lomba dan makan bersama di alam terbuka tersebut.

Para pewarta Kantor Berita Antara Kalimantan Selatan memeriahkan HUT Kemerdekaan RI di Tahura Sultan Adam. (ANTARA/Firman)

Ekowisata Tahura Sultan Adam Mandiangin sendiri saat ini ditutup untuk pengunjung umum lantaran musim kemarau yang dikhawatirkan rawan terjadinya kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

Baca juga: Tasbih gaharu Sampit tembus pasar luar negeri

Jika di musim penghujan, obyek wisata alam ini ramai dikunjungi. Apalagi Rahmad Riansyah yang merupakan Kepala UPT Tahura Sultan Adam terus membenahi ekowisata andalan di Kalimantan Selatan tersebut.

Terdapat beberapa spot yang menarik seperti air terjun, pesanggrahan dan kolam Belanda hingga wahana outbond dan bermain anak-anak.

Ada sejumlah pembangunan untuk mendukung kegiatan pariwisata alam di Mandiangin, di antaranya telah terbangun taman dan shelter serta aneka hiasan untuk objek foto kekinian yang bisa dibagikan di media sosial. Termasuk villa peninggalan Belanda yang sudah berdiri di puncak bukit besar.

Baca juga: Warga Mamasa diminta tanam gaharu yang laku Rp60 juta/pohon

Saat ini juga dilakukan konservasi beruang madu, bekantan dan rusa sambar serta budidaya lebah kelulut dan penangkaran owa-owa (sejenis kera arboreal) endemik Pulau Kalimantan.

Pewarta: Firman
Editor: Heru Dwi Suryatmojo
Copyright © ANTARA 2019