Jakarta (ANTARA News) - Budayawan Taufiq Ismail mengatakan memaknai 100 Tahun Kebangkitan Nasional dapat dilakukan dengan membangkitkan kembali budaya cinta Bahasa Indonesia karena bahasa merupakan warisan dan cermin budaya bangsa. "Membangkitan Bahasa bisa dimulai dengan cara membaca buku dan menulis karangan," katanya dalam diskusi "Bahasa, Budaya, dan Kebangkitan Nasional" yang digagas oleh Balai Pustaka, Jakarta, Senin. Taufiq mengatakan sangat sedikit sekali orang Indonesia yang membaca buku, apalagi menulis karangan. Ia mencontohkan hasil penelitiannya pada 1997 tentang sejumlah anak-anak SMA di luar negeri dan di Indonesia tentang membaca buku. "Kita ini Generasi Nol Buku, generasi yang rabun membaca dan pincang menulis. Kalaupun ada sebagian kecil dari kita yang banyak membaca dan mampu menulis, pasti itu dilakukan sendiri di luar sekolah," katanya. Dalam penelitiannya di sejumlah sekolah di Prancis, anak-anak Sekolah Menengah Atas (SMA) setempat diwajibkan membaca buku 30 judul buku sastra dalam kurun waktu 1967-1970, di SMA Malaysia sebanyak enam judul buku pada kurun waktu 1976-1980, sedangkan di Indonesia nol buku pada 1943-2007. "Mewajibkan anak-anak membaca karya sastra bukan berarti mereka harus menjadi sastrawan, tapi itu hanya semacam stimulus agar mereka mau membaca dan selanjutnya belajar menulis," ujarnya. Di tempat yang sama, Konsultan Buku Pelajaran, JD Parera yang juga menjadi pembicara diskusi mengatakan untuk membina karakter bangsa dapat dilakukan lewat buku Pelajaran Bahasa Indonesia. "Jalur pendidikan, lewat pengajaran. Itu yang dapat kita lakukan saat ini untuk membangkitkan bangsa melalui bahasa," katanya. Parera mengatakan melalui pengajaran yang diatur lewat kurikulum pendidikan, perlu ditetapkan buku wajib baca, guru-guru Bahasa Indonesia juga diwajibkan membaca buku sastra dan mempelajarinya, serta memperbaiki buku-buku Bahasa Indonesia yang dipergunakan di sekolah. "Jangan minta anak-anak langsung membaca tulisan Sutan Takdir Alisjahbana dulu, sebab mereka akan bilang itu kuno. Sekarang ajak dulu membaca buku-cuku mutakhir karya Remy Silado atau Taufiq Ismail dulu, kalau mereka sudah mulai menyukainya, barulah menarik mereka ke belakang dengan membaca buku Sutan Takdir atau pengarang seangkatannya," ujar Parera. Sementara itu Dendy Sugono dari Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional mengatakan gerakan untuk membaca yang disampaikan Taufiq Ismail dan JD Parera telah ditanggapi oleh Depdiknas. Pihaknya kini merancang Gerakan Cinta Bahasa Indonesia yang akan diluncurkan secara nasional pada Oktober mendatang. "Bahasa dan sastra mampu mencerdaskan bangsa Indonesia, karena itu pemerintah berharap dengan gerakan kampanye publik gerakan cinta Bahasa Indonesia, maka semua pihak tergerak untuk membaca dan menulis Bahasa Indonesia dengan baik dan benar," demikian Dendy. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008