Jakarta (ANTARA News) - Gubernur Bank Indonesia (BI) Boediono akan resmi menjabat sebagai Gubernur BI Jakarta mulai 22 Mei 2008, setelah acara pelantikan dan serah terima dari Gubernur BI yang lama ke Gubernur BI yang baru.
Deputi Gubernur BI Budi Mulia dan Deputi Gubernur BI Ardhayadi M. di Jakarta, Senin, menyebutkan, Boediono dijadualkan akan dilantik dalam posisinya baru oleh Ketua Mahkamah Agung (MA) pada 22 Mei 2008 sekitar pukul 11:00 WIB.
"Setelah acara pelantikan di MA, acara akan dilanjutkan dengan serah terima jabatan (sertijab) antara gubernur BI yang lama dan baru di Gedung BI," kata Budi Mulia.
Gubernur BI yang lama Burhanuddin Abdullah kemungkinan akan menghadiri acara sertijab yang dijadualkan berlangsung di BI pada hari yang sama sekitar pukul 14:00 WIB. "Pak Burhanuddin Insya Allah hadir, mudah-mudahan bisa hadir," kata Ardhayadi.
Boediono yang sampai saat ini masih menjadi Menko Perekonomian dipilih oleh Komisi XI DPR melalui pemungutan suara pada awal April 2008. Dari 46 anggota Komisi XI DPR, 46 menyetujui Boediono menjadi Gubernur BI, sementara satu orang anggota menolak.
Tidak berbeda dengan keputusan di Komisi XI, rapat paripurna DPR juga menyetujui Boediono sebagai Gubernur BI untuk menggantikan Burhanuddin Abdullah yang masa jabatannya berakhir pada 17 Mei 2008.
Boediono dalam "fit and proper test" mengatakan bahwa rezim devisa bebas saat ini tetap dipertahankan. Menurut dia dalam iklim perekonomian yang masih gonjang-ganjing saat ini perubahan terhadap rezim devisa bebas justru tidak menguntungkan.
"(Saya sampaikan lagi) Jangan diotak-atik dulu," katanya menegaskan. Menurut dia, rezim devisa bebas akan dievaluasi kembali melihat kondisi dunia sudah berubah.
Ia mengatakan kebijakan rezim devisa bebas diharapkan mampu menarik devisa yang berada di luar ke dalam negeri, tanpa harus ada pemaksaan. Apalagi, saat ini banyak eksportir yang masih menempatkan dananya di luar negeri.
"Hal yang penting kita perhatikan di sini adalah bagaimana menarik devisa yang di luar itu ke dalam," katanya.
Selain itu, ia mengatakan otoritas jasa keuangan (OJK) yang seharusnya dibentuk pada Desember 2010 masih perlu dikaji lagi. Pihaknya mengharapkan ada waktu untuk melakukan pengkajian, sebab di beberapa negara seperti Amerika Serikat, OJK mulai diperbincangkan kembali.
"Seperti apa nanti OJK, lebih baik saya riset dulu, apakah pola Inggris, AS atau Australia," katanya. (*)
Copyright © ANTARA 2008