Singapura (ANTARA News) - Harga-harga minyak dunia terus merangkak mendekati 127 dolar AS per barel di perdagangan Asia Senin meski Arab Saudi menyatakan bahwa negara itu telah mendorong produksinya, kata analis.
Kontrak berjangka minyak mentah utama New York, jenis light sweet untuk pengiriman Juni naik 62 sen menjadi 126,91 dolar per barel.
Kontrak acuan telah mencapai rekor 127,98 dolar per barel Jumat pekan lalu sebelum pelaksanaan penutupan pada angka 126,29 dolar per barel.
Kontrak minyak mentah London, Brent untuk pengiriman Juli naik 29 sen menjadi 125,28 dolar per barel, setelah ditetapkan pada posisi 124,99 dolar pada Jumat lalu.
David Moore, strategis komoditi pada Commenwealth Bank of Australian di Sydney mengatakan dalam laporannya bahwa harga minyak di mana didorong oleh melemahnya dolar AS dan "analis merevisi lagi prediksi harga minyak mereka lebih tinggi."
Menteri Perminyakan Arab Saudi, Ali al-Nuaimi, mengatakan Jumat lalu bahwa negara itu telah meningkatkan produksi minyaknya dengan 300.000 barel per hari mulai 10 Mei lalu menanggapi pesanan dari para pelanggan, terutama dari Amerika Serikat, dan akan memompa 9,45 juta barel minyak mentah per hari pada Juni.
Tetapi Nuaimi menyatakan kembali bahwa pandangan jangka panjang Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) bahwa pasokan minyak global telah seimbang dengan permintaan dan bahwa fundamentalis pasar di mana wajar.
Arab Saudi merupakan produsen minyak terbesar dalam 13 negara anggota OPEC, di mana memompa 40 persen dari minyak dunia.
Iran, produsen terkemuka lainnya, mengatakan Sabtu lalu bahwa setiap kenaikan produksi oleh OPEC seperti yang diminta oleh Amerika Serikat tidak akan berpengaruh pada harga.
Iran, produsen utama lainnya, mengatakan bahwa setiap kenaikan produksi oleh OPEC atas permintaan Amerika Serikat tidak akan mempengaruhi harga.
"Hal ini hanya akan meningkatkan cadangan," kata Menteri Perminyakan Gholam Hossein Nozari kepada pers.
"Meski pasar telah kelebihan pasokan dan meningkatkan produksi mereka, tetapi tidak akan mempengaruhi harga."
Analis mengatakan bahwa spekulasi seputar kenaikan dalam impor minyak China, konsumen energi terbesar ke dua setelah AS, juga akan menekan pasar.
Harga minyak telah naik 25 persen sejak awal 2008, pada saat menembus di atas 100 dolar per barel untuk pertama kalinya.
Goldman Sachs, bank investasi yang sangat aktif di pasar-pasar energi, memprediksikan harga minyak mentah kemungkinan naik menjadi 141 dolar pada semester ke dua tahun ini.(*)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008