Jakarta, (ANTARA News) - Batik, salah satu kain tradisi Indonesia, belakangan ini semakin terlihat "menjamur" dikenakan orang di mana-mana. Di pusat perbelanjaan, di perkantoran, hingga acara-acara pesta, banyak orang yang mengenakan batik dengan gaya yang lebih modern dan kontemporer. "Batik `fever` sedang melanda Indonesia," ujar perancang busana Ghea Panggabean kepada ANTARA di Jakarta, Jumat malam (16/5). Perempuan yang 25 tahun terakhir setia mengeksplorasi kain-kain tradisi Indonesia dengan gaya modern ini melihat keadaan tersebut sebagai perkembangan yang menggembirakan. Menurut Ghea, dunia mode Indonesia sdang bangkit dan bergairah. Hal itu terlihat dari antusiasme orang mengenakan batik di berbagai acara. Desain dan coraknya sangat beragam serta berkembang dengan cepat. "Sekarang orang sangat bangga memakai batik dan merasa `in`, beda dengan zaman dulu kalau orang memakai batik dianggap kuno dan lebih percaya diri memakai baju merek luar negeri," katanya. Ghea adalah perempuan berdarah campuran Belanda yang sejak remaja jatuh cinta pada budaya Indonesia. Pemilik nama lengkap Ghea Sukarya Panggabean ini lahir di Rotterdam, Belanda, 1 Maret 1955. Meski dibesarkan di Eropa, namun ia memilih Indonesia sebagai sumber inspirasi hidup dan berkarya. Di dunia mode, Ghea dikenal banyak orang karena rancangan kebaya dan tunik. "Indonesia kaya dengan kain-kain tradisional. Saya hampir 25 tahun menggali kebudayaan nenek moyang bangsa kita dan saya selalu mencari inspirasi baru yang lantas diterjemahkan dalam fesyen," ujar ibu tiga anak ini. Ghea menempuh pendidikan fashion di Lucie Clayton College of Dressmaking Fashion Design, London (1976-1978) dan Chelsea Academy of Fashion, London (1979). Nama Ghea telah berkibar di Indonesia dan mancanegara. Reputasinya di bidang fashion antara lain dibuktikan dengan mewakili Indonesia dalam Fashion Connection, Singapura (1986-1987-1989), berpartisipasi dalam Le Bon Marche Department Store, Prancis dengan menampilkan koleksi gringsing Bali dan Sumba (1997). Sejumlah penghargaan pernah diraihnya, yakni Penghargaan 10 Besar Designer ASEAN (1987), Penghargaan Kartini atas kontribusi profesional dalam mempromosikan mode Indonesia (1987), Citra Adhikarsa Budaya (1996), Adhikarya Busana (1999), dan Adhikarya Wisata (2001). "Kita harus bangga dengan keadaan yang terjadi pada dunia fesyen kita saat ini, setahun terakhir saya mengamati, terutama pada produk yang berkaitan dengan budaya Indonesia selalu mendapat tanggapan positif masyarakat," katanya. Dukungan Pemerintah Perancang busana Handy Hartono mengungkapkan peran pemerintah sangat penting dalam mendukung pelestarian dan memupuk kecintaan anak bangsa terhadap kain-kain tradisi Indonesia. "Baru-baru ini saya diajak Departemen Perindustrian berpameran di Dubai bersama beberapa perancang busana lain dari Indonesia, saya merasa dampaknya luar biasa positif," kata Handy yang karya-karyanya jadi langganan para artis dan kalangan sosialita ini. Pria yang mengawali karirnya sebagai asisten perancang busana pada Susan Budiharjo tahun 1985 ini mengaku banjir pesanan dari Dubai ketika pameran usai. Kain tenun, ulos, songket, yang dipadukan menjadi gaun-gaun modern oleh Handy sangat disukai pengunjung pameran saat itu. Handy terkenal memiliki ciri khas tersendiri dalam setiap rancangannya. Ia mencampurkan unsur etnik dan modern sehingga menghasilkan karya baru yang unik dan elegan. "Saya tidak menyangka, kain-kain Indonesia sangat dihargai dan digemari di luar negeri, karena itu kita harus bangga memiliki budaya Indonesia dan berkesempatan mengenakan kain-kain tradisi itu kapan saja," tambahnya. Sementara itu Ghea mengungkapkan gairah dunia fesyen Indonesia tidak lepas dari usaha berbagai pihak untuk menggalakkan cinta budaya bangsa sendiri. "Pemerintah melalui Inacraft pada April lalu dan pameran kain nusantara Adiwastra Nusantara adalah sedikit contoh dari upaya pelestarian budaya Indonesia," katanya. Inacraft (International Handicraft Trade Fair) adalah salah satu pameran kerajinan terbesar di Indonesia yang digelar rutin setip tahun sejak 1999. Pada penyelenggaraan ke-10 (tahun ini) Inacraft semakin ramai didatangi pengunnung. Kegiatan itu diikuti 1.650 perusahaan kerajinan dari dalam dan luar negeri seperti Tunisia, India, dan Amerika Serikat. "Di pameran itu kita bisa melihat bermacam-macam kain tradisional Indonesia yang sangat indah. Pengunjung yang berminat juga bisa membeli langsung dengan harga yang sepadan dengan kualitasnya," ujar Ghea. Promosi semacam itu, lanjut Ghea, sangat menguntungkan bagi banyak pihak. Bagi peserta pameran, ajang itu menjadi kesempatan untuk mendapat pesanan dalam jumlah melimpah, sedangkan pengunjung dapat berbelanja dengan harga terjangkau dan kualitas barang yang baik, sekaligus juga dapat memberdayakan para perajin dari berbagai daerah. Tren Berikutnya Sampai kapan tren batik menjangkiti masyarakat? Ghea mengatakan tidak ada waktu yang pasti, meski fesyen memang akan terus berubah seiring waktu berjalan. "Saya berharap tren ini akan berlanjut dengan digemarinya jenis-jenis kain tradisi Indonesia lainnya. Indonesia kan tidak hanya memiliki batik, tapi juga kain tenun, songket, dan kain adat dari seluruh nusantara," katanya. Ghea menambahkan, eksplorasi di dunia mode terus berjalan. Namun orang tidak perlu selalu berubah dan menata penampilan mengikuti perkembangannya. "Menurut saya yang terpenting adalah bagaimana orang menjadi cerdas menata penampilannya. Untuk tampil menarik tidak harus mahal kok, tidak harus produk luar negeri. Kuncinya adalah `smart` dalam memadupadankan busana," kata perempuan yang kerap tampil dalam busana dari kain songket ini. Tampil trendi dalam segala suasana, lanjutnya, juga dapat dilakukan dengan mengenakan busana tradisional dalam setiap kesempatan dan tidak takut berkreasi sendiri. Busana dengan gaya kontemporer dan modern juga bisa menjadi pilihan sehingga si pemakai tidak merasa ketinggalan jaman. Keberanian berinovasi dalam mode, menurut Handy, juga membawa dampak positif dari hasil pamerannya di Dubai. Ia melihat kain-kain Indonesia jauh lebih berkualitas dan kaya dalam gaya dibandingkan produk India dan China. "Inovasi baru dan terus melakukan eksplorasi terhadap budaya tradisi serta keberanian untuk berkreasi adalah kekuatan yang kita miliki, yang tidak dimiliki bangsa lain," demikian katanya.(*)
Oleh Oleh Desy Saputra
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2008