Jakarta (ANTARA News) - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Abdul Hafiz Anshary mengatakan koalisi partai atau partai politik yang sudah mencalonkan dan mendaftarkan pasangan kepala daerah ke KPU daerah tidak bisa menarik dukungannya dan mencalonkan orang yang berbeda.Menurut Anshary, di Jakarta, Jumat, ketentuan tersebut juga berlaku bagi pemilihan kepala daerah di Nusa Tenggara Timur. Meskipun tidak eksplisit disebutkan dalam peraturan yang ada, berdasarkan kajian tim hukum KPU, partai atau koalisi partai yang telah mendaftarkan pasangannya, tidak dapat menarik dukungan. "Berdasarkan UU Nomor 32 tahun 2004 dan peraturan KPU, partai dan koalisi partai yang sudah menandatangani kesepakatan mencalonkan seseorang dan mendaftar tidak boleh menarik dukungannya," katanya di gedung KPU.Sebelumnya, Ketua KPU Abdul Hafiz mengirimkan surat ke KPU NTT yang isinya rekomendasi untuk dilakukan peninjauan kembali penetapan pasangan calon peserta pemilihan gubernur NTT periode 2008-2013 karena dinilai terdapat kekeliruan substansial dan prosedural sehingga berdampak pada gugatan hukum. Adanya surat dari KPU Pusat kepada KPU NTT itu setelah mendalami laporan dari pasangan calon Benny K Harman-Alfred M Kasse yang disampaikan pada 11 Mei 2008. KPU Pusat meminta KPU NTT meninjau kembali penetapan pasangan calon peserta Pilgub NTT periode 2008-2013 dengan berpedoman pada ketentuan Pasal 2 UU No.22 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pemilu serta Pasal 59 ayat (5) huruf c UU No.32 Tahun 2004. Pasal ini menyatakan bahwa "Partai politik atau gabungan partai politik pada saat mendaftarkan pasangan calon, wajib menyerahkan surat pernyataan tidak akan menarik pencalonan atas pasangan yang dicalonkan yang ditandatangani oleh pimpinan partai politik atau pimpinan partai politik yang bergabung". Ketentuan pasal tersebut diimplementasikan dalam formulir Model B3-KWK yang menegaskan bahwa "Surat pernyataan gabungan partai politik tidak akan menarik pencalonan atas pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah". Namun, KPU pusat menemukan sejumlah kejanggalan, terutama dari parpol pengusung yang melakukan tarik-menarik dukungan, padahal sudah mengisi dan menandatangani formulir Model B3-KWK. Ia mengatakan anggota KPU Provinsi NTT akan datang ke KPU untuk membahas masalah tersebut. "Surat yang dikirim tidak meminta untuk membatalkan tetapi mempertimbangkan kembali keputusan yang sudah dikeluarkan. Karena dari kajian kami memang ada beberapa hal yang secara prosedural belum dilakukan KPU setempat," katanya. Ia mengakui surat tersebut dibuat tanpa ada rapat pleno anggota KPU karena alasan sejumlah anggota KPU bertugas keluar kota. Namun, pada Jumat (16/5) telah dilakukan rapat pleno mengenai surat yang dikirimkan KPU pusat dan hasilnya rapat pleno menyetujui isi surat, katanya. Sebelumnya, pada 5 Mei lalu, KPU NTT menetapkan tiga calon peserta Pilgub NTT, yakni pasangan Ibrahim Agustinus Medah-Paulus Moa yang diusung Partai Golkar, pasangan Frans Lebu Raya-Esthon Foenay yang diusung PDI Perjuangan, dan pasangan Gaspar Parang Ehok-Yulius Bobo yang diusung sejumlah parpol yang tergabung dalam Koalisi Abdi Flobamora. Penetapan calon peserta Pilgub NTT ini mendapat protes dari massa dan simpatisan pendukung Benny K Harman-Alfred M Kasse (Harkat) serta pasangan Kombes Pol Alfons Loemau-Frans Salesmen yang dinyatakan gugur tanpa ada suatu argumentasi hukum yang jelas dari KPU NTT. Akibatnya, KPU NTT kemudian mengambil langkah untuk menghentikan sebagian jadwal dan tahapan Pilgub NTT mulai 6-14 Mei 2008 tanpa sepengetahuan dan persetujuan DPRD NTT, Gubernur NTT dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri). Sementara itu, pada Jumat (16/5) sore, puluhan orang yang tergabung dalam Forum Masyarakat Peduli NTT mengadakan aksi unjuk rasa di depan gedung KPU perihal surat yang dikirimkan KPU Pusat untuk KPU NTT. Agustinus Siki, dalam keterangan tertulisnya mengatakan terdapat kejanggalan surat yang dikirimkan KPU karena nomor surat ditulis dengan menggunakan tangan dan tanpa rapat pleno. Mereka memprotes keabsahan surat tersebut dan menilai terdapat persekongkolan untuk untuk merusak daerah dan mengganggu stabilitas masyarakat.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008