Jakarta (ANTARA News) - Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (Sesjen PDIP), Pramono Anung, menilai bahwa Indonesia berada dalam kondisi sangat dilematis, yakni memiliki sumber daya minyak dan gas (migas) begitu besar, tetapi bangsanya seperti tak punya apa-apa lantaran ada kesalahan mengenai pola kontrak production sharing.Mestinya, menurut dia di Mega Center di Jalan Proklamasi, Jakarta, Jumat, Indonesia bisa memanfaatkan sumber migasnya untuk kepentingan dalam negeri. Tetapi, hal itu tidak dirasakan, akibat kesalahan pengelolaan manajemen migas."Bahkan, kontribusi Pertamina kepada kebutuhan produksi minyak nasional hanya 80.000 barel per hari. Padahal, produksi minyak itu tidak terlalu banyak membutuhkan modal," katanya. Pramono, yang juga pengusaha di bidang migas, tidak menampik ketika dikonfirmasi wartawan bahwa modal yang dibutuhkan untuk memproduksi minyak hanya sekitar sembilan dolar Amerika Serikat (AS) per barel.Persoalannya, menurut dia, sumber daya minyak nasional sudah dikuasai pihak asing, sehingga segala sesuatu terkait kebutuhan minyak dan gas harus menggantungkan kepada pihak asing. Bahkan, Indonesia untuk pengolahan produksinya harus menggantungkan harapan kepada pihak asing.Ia mengemukakan, Megawati Soekarnoputri ketika memerintah selaku Presiden negeri ini pada 2001-2004 berusaha melepaskan dominasi pihak asing dalam bisnis migas di dalam negeri. Megawati, yang juga Ketua Umum PDIP, menurut Pramono, berusaha keras pengelolaan produksi minyak ditangani sepenuhnya oleh kemampuan di dalam negeri. Kalau pun ada keterlibatan pihak asing, maka perusahaan dalam negeri harus punya peran besar dalam pengolahannya.Bahkan, Pramono menyatakan, Megawati menginginkan pengolahan minyak hasil produksi dalam negeri dilakukan di dalam negeri. "Saya yakin kalau Ibu Mega mendapat kesempatan untuk kembali memimpin, maka keinginan tersebut akan terwujud," katanya. Mengenai Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang diterapkan pemerintah saat ini, ia menilai, jangan sampa dimanfaatkan untuk kepentingan politik, termasik Pemilihan Umum (Pemilu) 2009. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008