Jakarta (ANTARA News) - Kurs rupiah, Jumat pagi, menguat karena pelaku pasar melepas dolar AS untuk mencari untung, setelah mengalami kenaikan dalam beberapa hari terakhir pekan ini. "Aksi lepas dolar AS mendorong rupiah menguat, sehingga sempat berada di bawah angka Rp9.300 per dolar AS, namun kemudian berhenti di level Rp9.300," kata Direktur Retail Banking PT Bank Mega Tbk, Kostaman Thayib, di Jakarta, Jumat. Menurut dia, kenaikan rupiah itu juga tidak terlepas dari masuknya Bank Indonesia (BI) ke pasar membeli dolar AS, sehingga menguat di atas angka 10 poin. Apabila BI terus berada di pasar melakukan intervensi, maka pada perdagangan sore nanti rupiah akan terus menguat hingga posisinya bisa di bawah level Rp9.300 per dolar AS, ucapnya. Dikatakannya, rupiah merosot dalam beberapa hari ini, menyusul rencana pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) sebesar 30 persen pada akhir bulan ini. Rencana pemerintah itu menimbulkan dampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi dan membuat daya beli masyarakat makin berkurang, katanya. Menurut dia, kenaikan BBM itu akan memicu harga sembilan bahan pokok naik, dan industri lainnya seperti ritel dan industri properti juga akan menyesuaikan harga jual serta perbankan yang akan menyesuaikan tingkat suku bunganya. "Kami sangat khawatir kondisi ini akan membuat ekonomi nasional semakin mengendor, apalagi sektor riil masih belum baik," ucapnya. Jadi kenaikan rupiah saat ini, lanjut dia, juga disebabkan oleh tenangnya harga minyak dunia pada angka 125 dolar AS per barel dan membaiknya pasar saham regional seperti harga saham di pasar Hongkong dan Jepang, dimana Indeks Nikkei naik 0,2 persen menjadi 14.273.71 poin. Sementara itu, dolar AS terhadap yen turun dari 104,89 menjadi 104,71 dan terhadap euro melemah 0,1 persen menjadi 1,5461, sedangkan euro terhadap yen naik 0,1 persen jadi 161,90. Yen menguat terhadap dolar AS dan euro, setelah keluar data ekonomi Jepang yang menyebutkan pertumbuhan ekonomi Jepang pada periode Januari-Maret naik 0,8 dibanding periode sebelumnya 0,6 persen. (*)

Pewarta:
Copyright © ANTARA 2008