Brisbane (ANTARA News) - Perdana Menteri Australia Kevin Rudd sudah berbicara dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pemimpin Singapura, dan Sekjen PBB Ban Ki-moon tentang bagaimana membujuk junta militer Myanmar agar mau membuka pintu bagi masuknya secara efektif bantuan kemanusiaan untuk para korban amukan badai Nargis. PM Rudd mengatakan, pihaknya menghadapi apa yang disebutnya "satu dilema absolut" dalam berurusan dengan junta militer Myanmar, dan cara yang paling mungkin untuk memengaruhi sikap rezim di negara itu adalah melalui kerjasama internasional. "Itulah sebabnya, saya telah berbicara via telepon dengan Sekjen PBB, Presiden Indonesia (Yudhoyono), dan Presiden Singapura dalam beberapa hari terakhir tentang bagaimana kita memengaruhi sikap Burma (Myanmar, red) supaya bisa lebih menerima bantuan kemanusiaan yang efektif dari seluruh dunia," katanya kepada media Australia. Dalam wawancaranya dengan Pengasuh Program Acara "Across Australia" Radio "Regional Mediawork", Charles Wooley, hari Kamis (15/5) dan transkrip lengkap wawancara tersebut diperoleh ANTARA di Brisbane, Jumat, PM Rudd mengemukakan seandainya dia punya tongkat sihir, maka dia akan mengubah kondisi di sana supaya rakyat Myanmar bisa segera dibantu. "Kita menghadapi satu dilema absolut dalam berurusan dengan (pemerintah) Burma (Myanmar). Seandainya saya punya tongkat sihir, saya akan ubah itu. Tapi saya kan nggak punya (tongkat sihir)," katanya. Bencana badai Nargis yang memporaporandakan sebagian wilayah Myanmar 2 Mei itu diperkirakan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sudah menewaskan 63 ribu hingga 101 ribu orang. Dalam bencana itu, sebanyak 220.000 orang lainnya masih dinyatakan hilang. Menteri Luar Negeri Australia, Stephen Smith pada 11 Mei lalu mengatakan, pihaknya telah berkomitmen untuk meningkatkan bantuan bagi para korban badai Nargis di Myanmar itu dari tiga juta dolar menjadi 25 juta dolar Australia. Dari total dana bantuan itu, sebanyak 12,5 juta dolar di antaranya akan disalurkan Australia lewat "Flash Appeal" PBB, sedangkan sisanya disalurkan langsung ke para korban di daerah-daerah bencana melalui berbagai LSM dan badan internasional. "Namun akses masuk ke Burma (Myanmar) bagi para pekerja bantuan kemanusiaan maupun pasokan bantuan merupakan tantangan terbesar saat ini," kata Menlu Smith. (*)

Copyright © ANTARA 2008