Pekanbaru (ANTARA News) - Bergulirnya 10 tahun era reformasi di Indonesia belum menunjukkan adanya upaya pemerintah untuk memajukan insan pers nasional, kata Wakil Ketua Dewan Pers Leo Batubara. "Apakah kebijakan negara berorientasi memajukan pers? Jawabnya tidak," tegas Leo pada Lokakarya Pendidikan Jurnalistik Dewan Pers, di Pekanbaru, Kamis. Menurut dia, pemerintah masih menerapkan sistem Orde Lama yang menyalahgunakan pers dan tidak menunjukkan tanggungjawabnya membangun "schools of journalism" sebagai pemasok wartawan profesional untuk memenuhi kebutuhan pers. Pers masih dibiarkan tetap bodoh, katanya. Bahkan, Undang-undang (UU) Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers sebagai payung hukum kebebasan pers di era reformasi kerap dikalahkan dengan alat kendali perizinan dan KUHP. Pers yang berfungsi sebagai anjing penggonggong untuk mengontrol pemerintah dalam berdemokrasi, ujarnya, justru masih tertindas dan dipersulit untuk maju. "Pilar-pilar demokrasi seperti lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif belum memberdayakan pers sebagai pilar keempat. Tiga pilar itu tidak menganggap pers sebagai pilar keempat demokrasi," ujarnya. Selain itu, ia juga menyayangkan Departemen Kominfo yang belum memfasilitasi pers dengan membentuk regulasi yang menjamin kebebasan berpendapat. Pemerintah dinilai lebih bernafsu meregulasi dan mengontrol pers. "Contohnya dengan pasal-pasal dalam UU Kebebasan Informasi yang dapat membuat wartawan yang melakukan kritik ke pejabat negara bisa dipenjara enam tahun," katanya. Selain itu, ia juga mengatakan kebijakan pemerintah yang memajak 10 persen PPN untuk kertas koran telah menandakan pemerintah tidak memberlakukan kebijakan "no tax on knowledge". Pers bela yang bayar Akibat dari semua itu, lanjut Leo, masih banyak perusahaan pers yang tidak sehat dan sengaja dibiarkan melakukan jurnalisme "kuda" karena ketergantungan pada pihak-pihak pemberi dana bukan pada tanggungjawab terhadap rakyat. "Kebebasan pers dalam demokrasi disalahgunakan karena jurnalisme `kuda` membuat pers tidak membentuk rakyat dengan pencerahan, tapi (pers) maju membela yang bayar," ujarnya.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008