Makassar (ANTARA News) - Bantuan Tunai Langsung (BLT) yang akan digulirkan kembali oleh pemerintah sebagai kompensasi pencabutan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM), akan memicu korupsi baru, jika manajemen dan pendistribusiannya tidak diatur dengan baik.
"Ini harus diwaspadai, jangan sampai terulang kasus seperti penyaluran BLT sebelumnya," jelas Abraham Samad, SH Koordinator Anti Corruption Watch (ACC) Sulawesi Selatan (Sulsel) di Makassar, Kamis.
Menurutnya, BLT masih memiliki celah yang bisa dimanfaatkan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab, mulai dari proses pendataan rumah tangga miskin (RTM) maupun dalam pendistribusiannya kelak.
"Seharusnya, pemerintah dapat belajar banyak dari penyaluran BLT sebelumnya yang banyak tidak tepat sasaran," katanya.
Sementara itu, Sekretaris Yayasan Lembaga Konsumen Sulawesi Selatan (YLKSS) Yudi Raharjdo mengatakan, seharusnya pemerintah lebih berkonsentrasi pada pemberian modal produktif daripada memberikan BLT yang justru hanya akan memicu masyarakat menjadi konsumtif.
"BLT hanya mendidik masyarakat menjadi konsumtif, seharusnya jangan memberikan ikan tetapi memberikan kail," katanya beranalogi.
Dengan pemberian BLT, lanjutnya, tidak akan menyelesaikan masalah di tingkat masyarakat miskin, terlebih lagi dengan pemberlakuan harga BBM yang akan memicu naiknya harga sembako atau kebutuhan lainnya.
Lebih jauh dijelaskan, pemberian BLT kepada RTM hanya ibarat memberikan penyejuk sehari di tengah musim kemarau yang berkepanjangan. Karena itu, pemerintah harus mempertimbangkan lebih jauh dampak penyaluran BLT ke depan.
Jangan sampai hanya mendidik masyarakat menjadi malas, hanya terus meminta bantuan pemerintah. "Ini berbeda dengan pemberian modal produktif, yang lebih mendidik masyarakat lebih mandiri dan berusaha memenuhi kebutuhannya sendiri," katanya.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008