Jakarta (ANTARA News) - Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) sebesar 30 persen akan menghemat anggaran subsidi BBM sebesar Rp34,5 triliun yang dapat digunakan untuk keperluan lainnya."Penghematan dari kenaikan harga BBM sebesar 30 persen adalah sebesar Rp34,5 triliun, yang akan dialokasikan untuk berbagai keperluan," kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal Depkeu (BKF) Anggito Abimanyu di Jakarta, Kamis.Lebih lanjut Anggito merinci penghematan Rp34,5 triliun itu akan digunakan untuk penyaluran bantuan langsung tunai (BLT), penambahan program beras untuk rakyat miskin (raskin) dan program ketahanan pangan sebesar Rp18,15 triliun.Pemerintah juga akan menggunakan sebagian dari dana itu yaitu sebesar Rp15,2 triliun untuk cadangan resiko fiskal dan penurunan defisit. Selain itu juga akan dialokasikan untuk program pemberdayaan usaha kecil dan mikro (UKM) melalui peningkatan penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR). Untuk maksud itu, pemerintah akan menambah alokasi penjaminan kredit melalui PT Askrindo dan PT Sarana Pengembangan Usaha sebesar Rp1 triliun. "Dengan penambahan penjaminan kredit ini diharapkan penyaluran kredit dapat meningkat 4 kali dari angka Rp1 triliun itu," kata Anggito. Pemerintah juga akan menggunakan dana dari penghematan itu sebesar Rp0,15 triliun untuk disalurkan kepada PT Kereta Api untuk melaksanakan publik service obligation (PSO) terutama untuk kelas ekonomi. "Kenaikan harga BBM tidak akan mendorong adanya kenaikan tarif KA kelas ekonomi dengan adanya pemberian PSO ini," kata Anggito. Sementara untuk penurunan defisit, Anggito tidak menyebutkan berapa triliun rupiah yang akan khusus ditujukan untuk itu. "Yang jelas, defisit akan diturunkan dari di APBNP 2008 sebesar 2,1 persen dari PDB menjadi 1,8 persen dari PDB," katanya. Anggito menjelaskan, tanpa ada kenaikan harga BBM, maka subsidi BBM dapat mencapai sekitar Rp190,5 triliun padahal sekitar 70 persen subsidi BBM dinikmati oleh 40 persen penduduk terkaya. Sementara alokasi dana untuk program berkaitan dengan rakyat miskin, pangan, UKM, dan masyarakat lapisan bawah hanya sekitar Rp60 triliun. "Ini bukan masalah APBN itu aman atau tidak aman tetapi posturnya tidak seimbang atau njomplang sehingga tidak sehat," kata Anggito.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008