Yogyakarta (ANTARA News) - Sekitar 100 pemuda yang berasal dari 33 provinsi di Indonesia mulai Kamis mengikuti Kongres Pemuda Indonesia di Yogyakarta untuk merumuskan dan mengurai permasalahan yang selama ini dirasakan menghambat pencapaian cita-cita bangsa dan negara. "Kongres ini juga ditujukan sebagai wadah evaluasi serta instrospeksi untuk melakukan perubahan mendasar sebagai perbaikan situasi seperti politik, ekonomi, sosial, budaya dan pertahanan keamanan," kata Humas Kongres Pemuda Indonesia, Linda. Menurut dia, kegiatan yang diprakarsai gabungan Ikatan Pemuda dan Mahasiswa Daerah dan Elemen Gerakan Pemuda dan Mahasiswa se-Indonesia tersebut sejalan dengan peringatan 100 tahun Kebangkitan Nasional. "Kami sengaja menggunakan angka 100 sebagai simbol yang penuh makna sejarah untuk semua kegiatan yang diagendakan, kongres ini merupakan puncak dari rangkaian kegiatan selama 100 hari yang dimulai sejak 19 Februari lalu," katanya. Ia mengatakan, selama kurun waktu tersebut dilakukan kegiatan berupa riset, seminar dan lokakarya hingga fokus grup diskusi yang semua bertema kebangkitan dan paradigma baru Indonesia. "Setelah kongres ini peserta akan kembali ke tempat masing-masing sebagai tokoh atau pelopor pembaharuan dan akan melanjutkan misi serta aktivitas bersama dengan masyarakat sebagai satu gebrakan secara nasional," katanya. Lebih lanjut ia mengatakan, dalam kongres ini budaya sengaja diangkat sebagai isu utama karena perkuatan budaya lokal merupakan satu jawaban untuk mengantisipasi keterpurukan bangsa. "Nilai luhur budaya bangsa berupa kearifan lokal adalah garda terakhir bagi kelangsungan hidup bangsa dan negara, sehingga perlu ditumbuhkan kembali semangat perjuangan dan cita-cita kebangsaan yang didasarkan pada terciptanya transformasi kebudayaan yang berwatak kerakyatan," katanya. Kongres ini diawali dengan kegiatan retrospeksi yang dilaksanakan di Monumen Jogja Kembali pada Kamis (15/5) yang berupa kegiatan refleksi dan melihat kembali mengenai perjalanan bangsa sejak 100 tahun yang lalu hingga saat ini. Kemudian pada 16 Mei subuh akan dilakukan `sidang di atas awan` di kawasan perbukitan Samigaluh, Kulonprogo, untuk membahas hasil retrospeksi dan menyusun semangat dan visi bersama. "Sidang ini disimbolkan dengan waktu fajar, yakni pergantian malam yang merupakan simbol kegelapan dan siang yang merupakan simbol terang," katanya. Panitia sengaja memilih tempat di Samigaluh karena ketika pagi hari semua permukaan bukit ditutupi awan putih yang kemudian beranjak pergi saat matahari mulai menyinari bumi. Selanjutnya hasil sidang akan dilakukan secara pleno di Kawah Candradimuka di kaki Gunung Merapi, yakni hutan Gumuk Poteng pada 17 Mei. Gunung dimaknakan secara filosofis sebagai sebuah kekuatan. Setelah diserukan tekad bersama di kawah candradimuka, akan dirumuskan makna kongres pada sore hari di pantai selatan Parangtritis, Bantul yang didasari pada filosofi samudera yang terbentang luas kadang tenang dan kadang bergelombang. "Setelah prosesi tersebut, kegiatan akan ditutup dengan deklarasi di sentrum kebudayaan, yakni di Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat yang merupakan pusat dan simbol kebudayaan bangsa yang adiluhung," katanya. Para peserta kongres akan disambut Raja Kraton Ngayogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008