Surabaya (ANTARA News) - Tokoh reformasi 1998 Amien Rais membuka "Kuliah Tjokroaminoto" yang bertemakan "Menjawab Zaman, Memulai Tradisi, Menuju Kebangkitan Kembali" yang digagas Fisip Universitas Airlangga (Unair) Surabaya di kampus setempat, Kamis."Itu kreatif, saya dukung. Lanjutkan acara semacam ini untuk memberi wawasan kebangsaan kepada generasi muda, karena kebangsaan kita sudah sangat dangkal. Masak, negara lain berupaya melindungi kekayaan alam, tapi kita justru menjualnya," katanya.Mantan Ketua MPR RI tersebut mengritik nasionalisme yang dikembangkan pemerintah akhir-akhir ini. "Masak, nasionalisme hanya diukur dengan prestasi olahraga, tapi Exxon Mobile, Freeport, Temasek masuk kok dibiarkan saja," katanya.Bahkan, kata pengamat hubungan internasional UGM Yogyakarta itu, Indonesia saat ini telah kehilangan tahapan kemandirian sebagai bangsa yang besar dengan dikeluarkannya Perpres 7/2007 terkait kepemilikan asing. "Perpres 7/2007 itu yang memberi peluang kepada kepemilikan asing pada beberapa sektor di Indonesia hingga 99 persen, misalnya lahan pertanian di atas 25 hektar dapat dimiliki asing hingga 99 persen, nuklir hingga 95 persen, pendidikan pun hingga 49 persen mulai dari SD sampai PT. Itu keterlaluan," katanya. Oleh karena itu, dirinya mendukung mahasiswa Unair Surabaya diberi wawasan tentang kebangkitan nasional atau nasionalisme yang benar dengan merujuk semangat para pendidik negara seperti Tjokroaminoto. Secara terpisah, penggagas "Kuliah Tjokroaminoto" Joko Susanto MSc mengatakan, kuliah Tjokroaminoto memang mengambil semangat dari diskusi rutin yang dilakukan Tjokroaminoto dengan sahabat-sahabatnya seperti Semaun (sosialis/komunis), Soekarno (nasionalis), dan SM Kartosoewirjo (Islam). "Kami akan menggelar Kuliah Tjokroaminoto setiap bulan selama setahun untuk ujicoba dan kalau sukses akan dilanjutkan. Setiap bulan ada tema-tema yang ditentukan, karena Mei merupakan Hari Kebangkitan, maka pak Amien Rais bicara tentang kedaulatan bangsa," katanya. Dosen Hubungan Internasional (HI) Fisip Unair itu mengatakan Juni akan bicara Pancasila, Juli bertemakan kebersamaan, Agustus tentang jatidiri bangsa, September tentang trauma sejarah, dan Oktober tentang kepemudaan. Selanjutnya, Nopember tentang kepahlawanan, Desember tentang kaleidoskop ekonomi, Januari tentang genius kultural, Februari tentang solidaritas, Maret tentang militer/demokrasi, dan April tentang tema perempuan. "Target kami adalah membuat forum terbuka untuk menjawab persoalan zaman secara utuh dan sistematis, kemudian menerbitkan buku kumpulan diskusi untuk melahirkan tradisi atau mazhab baru menuju kebangkitan Indonesia dalam jangka panjang," katanya.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008