Surabaya (ANTARA News) - Tokoh reformasi 1998 Amien Rais mengaku, dirinya mengantarkan mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) untuk, melakukan aksi demonstrasi (demo) menolak rencana kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi."Saya diundang untuk berbicara di depan adik-adik BEM se-Indonesia yang bertemu di Jakarta (11/5), kemudian saya diminta mengantar mereka demo. Jadi saya tidak begitu (menunggangi)," katanya di Surabaya, Kamis.Usai berbicara dalam pembukaan "Kuliah Tjokroaminoto" di Auditorium Kampus C Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, ia mengemukakan hal itu, menanggapi sinyalemen Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Syamsir Siregar."Ada pihak yang menunggangi demo menolak kenaikan BBM. Itu sudah jelas. Kalian sudah tahu itu, tidak usah tanyalah," kata Syamsir Siregar kepada wartawan di Jakarta (14/5), sambil menyebut bisa jadi mantan menteri dan pejabat yang menunggangi aksi mahasiswa itu. Menurut Amien Rais, pihaknya siap menghadapi tuduhan Syamsir Siregar itu. "Saya siap hadapi (tuduhan itu) untuk membuktikan, tapi kalau nggak begitu (menuduh) memang bukan BIN namanya," katanya sambil tersenyum. Di tengah-tengah massa yang beraksi, katanya, dirinya sempat menyampaikan ucapan selamat kepada massa yang beraksi. "Saya sempat berpesan agar jangan ada yang membakar ban, jangan sodok polisi, jangan lempar batu, dan tindak anarkis lainnya," katanya menambahkan. "Saya pesan begitu, karena saya yakin polisi tahu dan akan mendukung kalau aksi dilakukan dengan santun," kata mantan Ketua MPR RI yang juga pengamat hubungan internasional UGM Yogyakarta itu. Dalam kesempatan itu, mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah itu menyatakan, pemerintah memang sudah gagal dalam menegakkan kedaulatan ekonomi, hukum, dan sosial-budaya, karena mudah dikendalikan pihak asing. "Tapi, pemerintahan sekarang tetap tidak boleh diturunkan sampai 2009. Kita harus berterimakasih kepada Bapak Presiden yang sudah berhasil dalam reformasi politik, meski gagal dalam ekonomi, hukum, dan sosial-budaya," katanya. Ia menambahkan, pemerintah gagal dalam ekonomi karena menimbulkan kesenjangan yang semakin meluas, gagal dalam hukum karena ada tebang pilih, dan gagal sosial-budaya karena mewujudkan pendidikan yang feodalistik (hanya untuk orang kaya). "Banyak negara yang berhasil dengan keluar dari resep IMF, seperti Argentina, Bolivia, Iran, India, Cina, dan sebagainya. Semua itu merupakan contoh bagi kita," katanya. Penegasan serupa juga disampaikan Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) Jawa Timur, dengan membantah aksi penolakan rencana kenaikan BBM yang dilakukan mahasiswa secara serentak di sejumlah daerah, telah ditunggangi mantan pejabat/menteri. "Nggak benar itu (tuduhan ditunggangi), karena aksi yang kami lakukan sifatnya murni atas nama mahasiswa. Insya-Allah, apa yang kami itu benar," kata Humas BEM SI Jatim, Nuril.(*)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008