Surabaya (ANTARA News) - Sri Sultan Hamengku Buwono X menyatakan, di era seperti saat ini, Indonesia membutuhkan seorang pemimpin tanpa "bendera"."Dia hadir karena tindakanya, bukan karena posisinya," katanya saat menjadi pembicara di acara "Dialog Kebangsaan" di Surabaya, Kamis.Menurut dia, realitas pluralisme Indonesia selayaknya menyadarkan seorang pemimpin bahwa eksistensinya tidak didasarkan pada massa golongan dan bendera politik.Untuk mencapai taraf kepemimpinan tanpa bendera itu, kata Sri Sultan, langka utama yang harus dilakukan adalah keberanian untuk melakukan pembalikan cara berpikir. Selama ini, kata dia, bangsa Indonesia dikerangkeng oleh pemahamana bahwa Sumpah Palapa dari Mahapati Gajah Mada adalah sesuatu yang tanpa cela. Padahal, pemahaman pluralalisme seperti itu sebenarnya sudah berakar dari seloka "Bhineka Tunggal Ika" yang ditulis oleh Mpu Tantular, yang berarti penaklukan wilayah-wilayah otonom yang akhirnya menjelma jadi Nusantara. "Cara berpikir pluralisme model Sumpah Palapa itu harus digeser menjadi pemahaman pluralisme model Sumpah Pemuda," katanya menambahkan. Bedanya, jika Sumpah Palapa merupakan realitas penaklukan wilayah, namun Sumpah Pemuda tahun 1928 adalah penyatuan wilayah atas inisiatif dari bawah. Pembalikan cara berpikir selanjutnya yang harus dilakukan kepemimpinan nasional tanpa bendera, adalah mendayagunakan pluralisme yang dimiliki oleh bangsa dan negara sebagai koordinat paradigma pembangunan. "Sejauh ini, paradigma pembangunan hanya bergerak pada variabel ekonomika semata, sehingga pertumbuhan ekonomi menjadi semacam `tujuan suci`," katanya menegaskan. Pembalikan cara berpikir terakhir adalah seorang pemimpin tanpa bendera adalah seorang pemimpin tanpa massa golongan, harus mampu membangkitkan optimisme publik tentang perasaan berbangsa. Seorang pemimpin tidak hanya dituntut tidak hanya memenuhi kebutuhan rakyat yang bersifat fisik (pangan, sandang dan papan), melainkan juga non-fisik elementer seperti pendidikan dan kesehatan. Sementara itu, disinggung terkait pencalonanya sebagai calon Presiden RI tahun 2009, Sri Sultan mengemukakan, pihaknya belum siap untuk itu. "Jangan berharap saya menyatakan jadi Capres, karena itu bertentangan dengan pendahulu saya," katanya.(*)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008