Jakarta (ANTARA) - Agustus jadi bulan yang sibuk bagi musisi muda Andrea Putri Turk. Pada perayaan 17 Agustus 2019 di Istana Merdeka dia menarik perhatian warganet karena menyanyikan lagu "Tanah Airku".

Sisa hari pada Agustus ia habiskan untuk meladeni permintaan wawancara media sembari menyiapkan konser tunggal yang akan berlangsung pada 30 Agustus sebelum bertolak ke Amerika Serikat untuk melanjutkan studi di California Institute of the Arts di Los Angeles, Amerika Serikat.

Andrea berkunjung ke kantor berita ANTARA, Senin (19/8) dan berbincang mengenai asal mula bermusik, proses kreatif menulis lagu, album terbaru, cita-cita sebagai dokter yang berubah drastis hingga rasanya jadi bagian dari keluarga besar Wage Rudolf Soepratman, pencipta lagu "Indonesia Raya".

Penyanyi Andrea Putri Turk bernyanyi saat wawancara khusus dengan Kantor Berita Antara di Wisma Antara, Jakarta, Senin (19/8/2019). ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto *** Local Caption *** (ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto)

Tanya (T): Kapan mulai bermusik?
Jawab (J): Awalnya itu enggak ada rencana ke musik, all came very natural. Cuma kayak nyanyi di kamar sendiri terus nyanyi di toilet, di sekolah. Biasa saja tidak ada yang memperhatikan sampai tiba-tiba mamaku lewat ruangan Andrea malam-malam saat Andrea lagi nyanyi.

Merdunya suara Andrea membuat Endang Turk, ibu Andrea sekaligus cicit Ngadini Sopratini alias kakak kandung WR Soepratman, menyadari bakat putri sulungnya.

Dia dan suaminya, dokter kandungan asal Kroasia Dario Turk, kemudian mendorong Andrea untuk mengasah bakat lewat berbagai les, mulai dari vokal, teori musik hingga piano.

Rasa cinta penyuka game PlayerUnknown's Battlegrounds (PUBG) pada musik mulai tumbuh seiring berjalannya waktu.

Lokakarya hingga ke benua Amerika juga dia sambangi, seperti program vokal dan menulis lagu selama lima pekan di Berklee College of Music, Boston pada 2016, lokakarya menulis lagu di NYU Stenhardt, NYC pada 2017 dan 2018 serta Tisch Summer High School Program di Clive Davis Institute of Recorded Music di NYU Tisch, NYC pada 2018.

Lulusan Australian International High School Jakarta ini juga sempat belajar gamelan dan sinden bersama profesor dari Institut Seni Indonesia Yogyakarta.

Penyanyi Andrea Putri Turk menjawab pertanyaan saat mengikuti wawancara khusus dengan Kantor Berita Antara di Wisma Antara, Jakarta, Senin (19/8/2019). ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto *** Local Caption *** (ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto)

T: Kenapa belajar gamelan dan sinden?
J: Karena agak susah di sini (Jakarta) kursus gamelan... mending ke Yogya aja sekalian biar terekspos sama budayanya, sama orang-orangnya juga. Gamelan... it's just interesting sound, sayang saja kenapa nggak banyak orang yang menggunakan suara itu di musik-musik sekarang kan pasti seru banget mix dengan lagu EDM dan modern gitu. Mungkin ide seperti itu terdengar aneh, tapi kalau bisa bagus (memadukan) secara natural pasti keren banget sih.

Andrea mencontohkan lagu "Bohemian Rhapsody" dari Queen yang musiknya eksentrik tapi menarik untuk didengar. Gamelan dan nyanyian sinden, kata Andrea, juga bisa menjadi bahan racikan untuk membuat lagu semenarik "Bohemian Rhapsody".

T: Apakah kita bisa dengarkan itu di album kamu berikutnya?
J: Belum tahu nih, inginnya sih begitu.

T: Kamu sudah jago nyinden dong?
J: Enggak, baru belajar saja.

Penyuka film horor ini punya gairah dalam menulis lagu yang diawali dari iseng-iseng menghabiskan waktu luang. Ada lebih dari 20 lagu yang ia ciptakan sendiri.

T: Jadi awalnya sejak kapan mendalami musik?
J: Umur 10 sih, itu juga sudah mulai nulis lagu. Jadi barengan antara nyanyi dan nulis lagu. Waktu itu lagu pertama yang Andrea pernah tulis, tapi enggak pernah di-publish karena so embarassing (tertawa), tentang cinta monyet.

Andrea lagi liburan di Jerman waktu itu sama keluarga. Andrea sempat demam ditinggalin di kamar hotel, pas mereka balik Andrea udah buat lagu. Tiba-tiba satu lagu sudah jadi aja. (Setelah dipikir) bisa nulis lagu juga, kalau begitu ditekuni saja, nanti siapa tahu bisa recording dan akhirnya keterusan sampai sekarang dan udah (jadi) satu album.

Album perdana berjudul "Andrea Turk" sudah rilis di platform digital pada April 2019. Proses pembuatannya berlangsung selama empat tahun. "The Cafe" adalah lagu pertama yang ia buat ketika masih berusia 15 tahun, ada juga lagu yang baru rampung tahun lalu.

Album perdananya berisi lagu-lagu yang memuat pengalaman pribadi Andrea, apa yang ia rasakan selama empat tahun belakangan.

Penyanyi Andrea Putri Turk berpose seusai mengikuti wawancara khusus dengan pewarta Kantor Berita Antara di Wisma Antara, Jakarta, Senin (19/8/2019). Andrea Turk merupakan cicit Pahlawan Nasional Indonesia dan juga pencipta lagu kebangsaan Indonesia Raya, WR Supratman. ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/pras.

Album kedua sedang digarap dan akan rampung dalam waktu dekat. Andrea mengungkapkan proses pembuatan album kedua diwarnai peristiwa mengejutkan yang terjadi di Jakarta akhir-akhir ini; gempa besar bermagnitudo 7,4 di Banten yang terasa hingga ke ibukota pada 2 Agustus serta mati listrik di pulau Jawa dua hari kemudian.

Konsep lebih matang ia suguhkan di album kedua yang mengangkat topik suram yang menurut dia belum banyak diangkat, seperti alkoholisme.

J: This is like topic di mana orang masih jarang omongin sih yang pengen Andra angkat. It's just interesting aja sih, it's fresh dari pada cinta, sesuatu hal Andrea kurang pandai dalam hidup (tertawa).

T: Kamu dapat ilmu teori menulis lagu dalam program summer di luar negeri. Apakah itu mengubah caramu menulis lagu?
J: Iya. Hal-hal sesimpel itu bisa mengubah mood dan pesan lagu. Biasanya orang pakai kata 'just' dan 'baby', padahal itu bisa diganti dengan hal lain yang lebih bermakna. Benar-benar pengaruh banget sih sama cara nulis lagu.

Ada pengalaman menarik ketika Andrea mengikuti lokakarya di Amerika Serikat. Dia mendapat kesempatan mengunjungi kantor platform digital, bertemu dengan orang-orang yang berkecimpung di sana, sebuah kesempatan langka yang berpotensi membuka peluang-peluang bermusik.

Penyanyi Andrea Putri Turk menjawab pertanyaan saat mengikuti wawancara khusus dengan wartawan Kantor Berita Antara di Wisma Antara, Jakarta, Senin (19/8/2019). ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/pras.

T: Ada momen yang tidak terlupakan?
J: Di sana bertemu dengan orang-orang yang punya koneksi musik, apa yang bisa kamu perbuat dengan koneksi itu... all these adalah opportunity buatku....Andrea suka dengan environment di sana yang suportif dengan artis yang enggak ikut label. Mereka bilang 'buy camera, make your music video. Buy laptop, you can write a song.'

Selain bermusik, Andrea pernah membuat film pendek bertema horor dengan judul "The Uninvited". Dia menyutradarai dan menyunting video berdurasi nyaris tujuh menit itu.

T: Apakah itu yang membuatmu tertarik jadi sutradara? Atau sebelum itu memang suka membuat video?
J: Sudah dari sebelumnya sih... Dulu pengin jadi aktris tapi karena enggak bisa akting, enggak jadi deh (tertawa). Dari dulu suka bikin film, Andrea suka nonton film horor, hobinya memang bikin music video.. directing, tapi enggak sampai bikin film durasi dua jam.

T: Mau bikin film panjang?
J: Maybe producing, not directing. I wanna focus in music.

T: Kamu jago main musik, bisa main instrumen apa aja?
J: Piano, aku tekuni itu. Kalau gitar dan ukulele belajar otodidak.

T: Ada lagi yang ingin dipelajari?
J: Biola sih... Just 'cause Pak WR Soepratman.. (meniru gestur menggesek biola). And then maybe drum biar enak, ngerti ritmenya, kalau producing enak bisa aransemen beberapa feel yang beda. Kalau mengerti drum (lebih) gampang (aransemen).

T: Kalau diminta pilih antara menyanyi dan menulis lagu?
J: Maybe songwriter, karena kalau song writing bisa lebih relate to the song. Kalau nyanyi lagu orang lain, lebih susah biar lebih cocok dengan feel. Kalau nulis lagu, itu kan dari Andrea sendiri, lebih mengerti.

T: Ide nulis lagu biasanya datang dari mana?
J: Kadang-kadang sih sambil jalan, sambil makan Andre humming juga... 'Hmm. wait, ini enak, rekam dulu'. Song writing langsung nulis saja kalau sudah ada ide. Paling susah nyari idenya.

T: Biasa bikin melodi dulu atau lirik dulu?
J: Melodinya dulu. I believe we need a strong hook in order biar song terngiang-ngiang di kepala orang.

T: Tempat paling aneh di mana kamu dapat ide?
J: Paling di toilet sih. Banyak lagu yang idenya dapat pas di toilet...

T: Lagu apa?
J: Jangan, nanti terkontaminasi... pas dengerin jadi il-feel (hilang feeling), hahaha.

Andrea lebih terbiasa berkomunikasi dalam bahasa Inggris dalam kehidupan sehari-hari, salah satu alasan mengapa bahasa itu yang dipilih dalam menulis lagu. Album perdananya berisi lagu-lagu berbahasa Inggris.

Baca juga: Cerita di balik penampilan "Tanah Airku" Andrea Turk di Istana Merdeka

T: Ada tantangan saat nyanyi lagu bahasa Indonesia?
J: Lafalnya harus lebih jelas, artikulasi jelas, enggak bisa (pelafalan seperti) malas-malasan. Kalau inggris lebih mudah, kalau Indonesia harus jelas A-I-U-E-O, terus...pengkhianatan, eh penghayatan maksudnya (tertawa) agak beda. Proses pemikiran juga harus bahasa Indonesia. Tapi fun juga.

T: Maksudnya proses pemikiran harus bahasa Indonesia?
J: Mikirnya beda saja. Kalau Inggris enggak perlu mikir, kalau Indonesia harus mikir, apa kata berikutnya.

T: Ada enggak musisi Indonesia yang kamu pengin banget bikinin lagu buat dia?
J: Hmm... Danilla Riyadi. Andrea penggemar berat. Pengin nulis (lagu) bareng sama Dewi Lestari juga. (Mendendangkan sebait lagu Dewi).

Nama Andrea diperbincangkan warganet ketika memenangi kompetisi Young Songwriter Competition 2019 di London, Inggris lewat lagu ciptaannya "Who We Are".

Prestasi itu bisa diraih berkat dorongan dari ayahnya yang "mendukungnya 1000 persen" di dunia musik. Dario Turk yang pertama kali mendorong Andrea untuk mengikuti kompetisi menulis lagu di luar negeri. Saat itu lomba yang paling pertama muncul di mesin pencarian adalah kompetisi dari Song Academy di Inggris.

Baca juga: Kemarin, viral Stephanie Poetri hingga agensi BTS akuisisi gim musik

T: Bagaimana cerita di balik Young Songwriter Competition 2019 di London?
J: Papa bilang 'mau enggak masukin lagu-lagunya ke ajang songwriting di luar? ' Siapa tahu, kalau bisa masuk alhamdulillah. Ya sudah, pas search yang paling atas itu Song Academy dari UK. Untung banget registrasi masih dibuka, Andrea masukin 5 lagu. Empat lagu masuk Top 30 empat, (peserta) yang lain cuma 1-2 lagu (masuk), dan Andrea adalah satu-satunya dari Asia (yang lolos Top 30).

Pas diumumin Top 10, Top 3, 'Who We Are' masuk situ. Pas mereka bilang ada performance untuk hari-H pengumuman juara, 'Yuk kita ke London saja, sekalian liburan. Enggak ding, stres juga (tertawa). Ke London, tampil. Pas diumumin juaranya 'Who We Are' rasanya dream comes true.

Andrea berharap prestasinya ini bisa mendorong para remaja Indonesia untuk berkompetisi di tingkat internasional, apa pun bidang yang mereka minati.

T: Pernah ikut lomba lain?
J: Pernah ikut Indonesian Idol Junior 2014, itu sebelum puber kayaknya. Ya itu pas masih awal, awal-awal les, belum tahu juga bakal arahnya ke musik. Coba-coba saja mau liat respons. Alhamdulillah masuk sampai babak eliminasi saja. Tapi ya lumayan sih.

Saat mengikuti kompetisi itu, Andrea baru tahu dari ibunya bahwa dia memiliki darah dari keluarga besar pencipta lagu WR Soepratman. Endang, ibu Andrea, sebelumnya tidak pernah mengatakan apa-apa soal keturunan pencipta "Indonesia Raya" karena putrinya masih terlalu belia untuk memahami hal tersebut.

T: Bagaimana perasaan waktu itu saat tahu kamu punya hubungan dengan WR Soepratman?
J: I was twelve... Lama-lama, setelah beberapa tahun berlalu jadi, 'Oh, Pak WR Soepratman penulis lagu Indonesia Raya!'. It is a huge thing. Dulu enggak sadar betapa besar hal itu. Senang sih. I didn't see that as 'Hey, lihat gue adalah keturunan WR Soepratman' Ini internal pride aja, keren banget.

Baca juga: Resensi Film - Wage, kisah pilu sang komponis lagu kebangsaan

Menurut Endang, ibu Andrea, putrinya adalah satu-satunya orang yang betul-betul menggeluti dunia musik dari keluarga besar komponis ternama itu. Sebagian besar memilih profesi yang jauh dari musik, pengacara misalnya.

Tapi ternyata Andrea pernah punya cita-cita menjadi dokter, mengikuti jejak ayah yang dikenal sebagai dokter kandungan. Keinginannya berubah ketika menginjak masa SMP, saat dia mulai merekam lagu pertama dan menyadari ketertarikannya di bidang musik.

MUSISI ANDREA TURK AJAK PEMUDA INDONESIA BERPRESTASI

T: Awalnya mau jadi dokter?
J: Tadinya mau dokter sih, suka banget biologi walaupun payah, tapi suka banget. Tapi papa bilang jangan jadi dokter, nanti enggak bisa ada waktu untuk keluarga, banyak tuntutan, musik saja. Tapi sekarang bersyukur banget bisa menekuni musik.

Dorongan untuk mendalami musik hingga manggung di sana-sini, termasuk konser The Chainsmokers di Jakarta pada 2018, tak lepas dari keinginan orangtuanya untuk menumbuhkan rasa percaya diri.

Berbeda dari penampilannya yang jauh dari kesan gugup saat manggung di Istana Merdeka, rupanya Andrea memiliki pribadi pemalu.

Saking pemalu, ibu Andrea menuturkan saat kecil putrinya tidak berani memanggil pramusaji di restoran. Ketika makan di restoran yang punya fasilitas live music, Andrea langsung bersembunyi, menghindar dari dorongan ayahnya untuk tampil di hadapan publik.

Berkat jam terbang yang tinggi, rasa malu dan gugup berhasil disingkirkan saat manggung. Tapi Andrea mengaku belum berubah. Dia bisa tampil penuh percaya diri dan berinteraksi dengan banyak orang, namun tetap butuh waktu sendirian.

Berdiam di dalam kamar gelap adalah cara favorit untuk menyendiri. Di sana dia bisa bermain musik atau menari sesuka hati tanpa ada yang melihat.

Bulan depan, Andrea akan mulai kuliah di California Institute of the Arts di Los Angeles, AS. Tempat itu menjadi pilihannya setelah mendapat tawaran dari enam universitas di Amerika Serikat dan empat universitas di Inggris.

Baca juga: Cerita biola WR Supratman

T: Kenapa Cal Art?
J: Jurusannya kebetulan cocok banget sih waktu itu, Andrea ambil vocal program terus ada kursus gamelan dan nyinden. Berarti unsur indonesianya lumayan ada. Kalau bisa expose (budaya Indonesia) di sana juga lumayan. Di tempat lain kurang begitu cocok saja. And this is LA (Los Angeles), you know..

T: Kenapa LA?
J: LA adalah salah satu kota, selain New York dan London, the music hub. Enggak sabar pengin ketemu siapa... bisa saja lagi grab coffee terus ketemu produser Alicia Keys (tertawa), opportunity di sana pasti endless.

T: Bagaimana konser akhir Agustus nanti?
J: Lagi persiapan, sudah dapat band, lagi latihan, sudah milih lagu, lagi ngundang orang, ticketing stuff. ENggak sabar aja sih, enggak sabar singin my song. Aku sempat pentas di Kuningan City, aku lihat orang-orang yang menyanyikan laguku, I was like 'mereka nyanyi laguku??'. Aku enggak sabar merasakan momen seperti itu lagi.

Konser bertajuk "Andrea Turk & The Gigantics" itu akan diwarnai kolaborasi dengan musisi lain seperti Eka Gustiwana, Iga Massardi, Prince Husein, Jayko, Mr Headbox dan Bagus Bhaskara.

Baca juga: Biola WR Supratman ikon Museum Sumpah Pemuda

T: Bicara soal hal di luar musik, hobi kamu apa sih?
J: Nonton Netflix... sekarang lagi nonton 'Stranger Things' season tiga, terus apalagi ya, 'Riverdale', 'Black Mirror' episode Miley Cyrus. Selain nonton Netflix juga nulis-nulis poetry.

T: Penulis lagu biasanya dekat dengan puisi ya? Suka baca buku puisi juga?
J: Dulu sempat banyak baca buku, poetry books. Biasanya ditandain tiap halaman yang bagus dan relate, akhirnya semua di-bookmark, percuma banget (tertawa).

T: Baca karya penyair Indonesia?
J: Sempat baca buku Marchella FP. Judulnya...Hmm...

T: 'Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini?'
J: Iya. Sudah setengah baca, bagus banget. Walaupun enggak terlalu read sastra Indonesia, tapi mudah dimengerti. So deep.

T: Kamu suka film horor kan. Kalau film Indonesia, suka nonton enggak?
J: Enggak terlalu nonton film Indonesia. Kemarin ini yang aku tonton 'Rumput Tetangga'.

T: Kamu isi soundtrack di situ kan?
J: Iya... film itu bagus, (akting) Titi Kamal wow...

T: Film horor Indonesia favorit ada enggak?
J: Belum kesampaian juga nonton film Joko Anwar (Pengabdi Setan) tapi sempat nonton versi aslinya. Itu lucu sih (tertawa).

T: Film Suzanna?
J: Belum, tapi sempat nonton 'Nenek Gerondong', enggak tidur berapa malam (setelah itu).

Baca juga: Biola WR Supratman dan Sejarah Kepemudaan Indonesia

Baca juga: Rendra Pamungkas perankan Wage dengan rasa

Andrea Turk terpikat bunyi-bunyian gamelan

Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2019