Tokyo (ANTARA News) - Pengusaha Jepang diminta optimistis pada iklim perekonomian Indonesia dengan tetap berinvestasi besar-besaran meskipun keadaannya dibawah terpaan krisis ekonomi global, demikian Wakil Ketua Umum Kadin Rachmat Gobel di Tokyo, Minggu, usai bertemu kelompok pengusaha Jepang.

"Penting bagi Indonesia dan Jepang untuk memperluas usaha di tengah situasi krisis seperti sekarang, apalagi kondisi ekonomi Indonesia justru berada dalam posisi yang optimistis," kata Gobel lagi.

Optimisme itulah yang hendak ditularkan Presiden Komsisaris PT Panasonic Gobel itu kepada ratusan kolege bisnisnya di Tokyo, Osaka dan Nagoya di mana sejumlah data mengenai indikator ekonomi juga dipaparkan gamblang.

Untuk menambah keyakinkan pengusaha Jepang, Rachmat tidak tanggung-tanggung memboyong pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia yang dikenal kritis, Faisal Basri.

Rachmat menyatakan, suku bunga acuan Bank Indonesia (BI rate) turun sebesar 50 poin menjadi 8,75 persen, harga minyak turun, ekspor Indonesia juga telah beralih dari Amerika Serikat dan Eropa ke Asia dan ASEAN, serta sektor perbankan dan kondisi pangan yang terjaga baik.

"Secara fundamental perekonomian Indonesia relatif lebih baik meski terjadi tekanan terhadap rupiah. Dibandingkan dengan keadaan 10 tahun lalu, sektor keuangan jauh lebih sehat," kata Gobel.

Optimisme itu muncul karena Indonesia masih memiliki faktor utama yang menjadi daya tarik investasi, yaitu kaya sumber daya alam, upah buruh yang relatif kompetitif, terjaganya tingkat pertumbuhan, besarnya potensi pasar dalam negeri, melimpahnya ketersediaan bahan baku, dan pemerintahaan yang efektif serta tersedianya sistem insentif.

Jepang tenang

Mendapat paparan yang detail, ratusan pengusaha Jepang merespon positif dengan menyatakan paparan itu membuat mereka lebih tenang dalam memandang perekonomian Indonesia.

"Kami jadi lebih tenang karena ditengah situasi krisis ini bisa langsung memperoleh informasi terbaru yang memang sangat dibutuhkan pengusaha Jepang," kata Ketua Asosiasi Pengusaha Jepang-Indonesia wilayah Kansai (kawasan Jepang Barat) Hajime Kinoshita kepada Antara.

Menurut Kinoshita, hal yang paling bermafaat dari pertemuan ini adalah munculnya sikap optimis, terlebih kondisi ekonomi Jepang masih terkena dampak krisis ekonomi global.

Lebih jauh Rachmat memaparkan, untuk mengatasi krisis, Indonesia telah melindungi pasar domestik termasuk mempersempit jalur masuk barang-barang selundupan yang bisa merusak pasar dalam negeri.

Faisal Basri menjelaskan, kondisi pasar domestik Indonesia itu sangat besar dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya, apalagi penyebab ekonomi Indonesia bergejolak adalah aliran "hot money" di pasar saham dan pasar keuangan yang gampang masuk dan gampang keluar seperti dialami beberapa ASEAN.

"Kita justru membutuhkan investasi di produk yang riil yang bisa memberikan nilai tambah. Itu sebabnya diperlukan `foreign direct investment` seperti dari Jepang ini," kata Faisal.

Investasi asing langsung (FDI), katanya, lebih langgeng ketimbang hot money karena tidak terpengaruh gejolak ekonomi, membuka lapangan kerja dan menciptakan stabilitas politik. (*)

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2009