Pendidikan tetap harus ada interaksi, ruang kelas jangan membelenggu peserta didik. Dengan IT atau internet, maka interaksi itu bisa dibangun secara positif

Jakarta (ANTARA) - "Tukang (penjual) tahu saja berevolusi, dari sekadar kudapan yang awalnya begitu saja kemudian kini dikenal dengan tahu bulat yang digemari banyak orang, apalagi dunia pendidikan, yang sudah seharusnya mengikuti perkembangan zaman," kata seorang pejabat.

Kutipan pernyataan itu terlontar dari pejabat di Dinas Pendidikan Kota Bogor Yosep Berliana ketika menghadiri lokakarya bertajuk "Pembelajaran Digital Bagi Guru SMP se-Kota Bogor yang berlangsung di Balai Krida Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Wikrama pada 5 hingga 7 Agustus 2019.

Kepada lebih dari 130 guru SMP peserta lokakarya itu, ia memotivasi peserta untuk belajar dari "filosofi tahu bulat" itu guna melecut semangat mengikuti perkembangan pendidikan --yang mau tidak mau-- mesti terimbas pada dunia teknologi informasi (TI) atau digital saat ini.

Untuk itu, Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Bogor memilih SMK Wikrama --yang sudah memiliki segudang prestasi mulai tingkat lokal, nasional, regional, dan bahkan internasional untuk bidang IT-- menjadi tempat bagi para pendidik memberikan pengetahuan pembelajaran digital itu.

Khusus yang terkait dengan IT, kompetensi keahlian di SMK Wikrama saat ini adalah Teknik Komputer dan Jaringan, Rekayasa Perangkat Lunak, Multimedia, serta Bisnis Daring dan Pemasaran.

Ada lagi yang menarik dari SMK ini, seperti yang pernah ditulis Harian Kompas dalam sebuah laporannya berjudul "SMK Wikrama Bogor, Oase di Tengah Mahalnya Pendidikan".

Dalam laporan itu dinukilkan bahwa meski memiliki segudang prestasi, namun orang tua murid sekolah itu sebagian besar berasal dari kalangan ekonomi lemah, seperti penjaga vila di kawasan Puncak, pedagang asongan, tukang ojek, penjual rujak, dan "paling prestisius" adalah sopir angkutan kota (angkot).

Suka tidak suka
Dosen Departemen Statistika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (F-MIPA) Institut Pertanian Bogor (IPB) yang juga konsultan senior pendidikan nasional Ir Hj Itasia Dina Sulvianti, M.Si mengemukakan bahwa dengan perkembangan TI, para guru suka tidak suka akan masuk pada era 4.0.

"Era 4.0 atau sering disebut sebagai disrupsi adalah sebuah keniscayaan yang tidak terhindarkan, yang diakibatkan oleh teknologi," katanya.

Itu sebabnya para pendidik tidak terhindarkan lagi mesti bersentuhan dengan perkembangan teknologi dalam proses belajar mengajar sehingga harus menyelaraskannya.

"Jika ada yang menyatakan sulit beradaptasi dengan perkembangan teknologi, maka lokakarya dan pelatihan itulah ikhtiar dan upaya yang mesti dilakukan," katanya.

Dalam keniscayaan semacam itulah, Yosep Berliana yang menjabat Kepala Seksi (Kasi) Kurikulum SMP Disdik Kota Bogor berkomitmen agar para pendidik bisa mengikuti perkembangan dunia pendidikan berbasis digital itu melalui lokakarya dan pelatihan tersebut.

Memasuki era 4.0 para pendidik diharapkan tidak lamban merespons itu, terlebih peserta didik atau murid saat ini adalah dari generasi Z.

Para pakar menggambarkan rentang umur yang dipakai untuk mendeskripsikan generasi Z adalah anak-anak yang lahir 1995 hingga 2014 atau setelah generasi Y atau milenial yang lahir di atas 1980-an sampai 1997.

Hanya saja, ia memastikan bahwa meski ada perkembangan IT dan digital dalam dunia pendidikan, peran guru tetap tidak bisa digantikan karena memang harus ada interaksi dalam proses belajar dan mengajar.

"Pendidikan tetap harus ada interaksi, ruang kelas jangan membelenggu peserta didik. Dengan IT atau internet, maka interaksi itu bisa dibangun secara positif," katanya.

Sebagai awal untuk bisa diterapkan di seluruh sekolah di Kota Bogor, pihaknya melakukan uji coba kepada tiga SMP negeri yang telah dipilih berdasarkan penilaian objektif terkait kesiapannya, yakni SMPN 13, SMPN 14, dan SMPN 19, yang berada di kawasan pinggiran kota.

"Selama setahun akan kita lihat bagaimana perkembangannya. Harapannya akan berjalan baik, sehingga nantinya bisa diterapkan pada semua sekolah," katanya.

Screenshot aplikasi Kejar.id yang dilahirkan SMK Wikrama Bogor dan kini dikembangkan IDS Rumah Pendidikan Indonesia. (FOTO ANTARA/HO-Humas IDS Rumah Pendidikan Indonesia)

Aplikasi Kejar.id
Dalam upaya menyelaraskan kemampuan guru dalam pengajaran era 4.0 itulah, menurut salah satu pendiri aplikasi "Kejar.id" Ita Itasia Dina Sulvianti, pihaknya telah membuat aplikasi tersebut sebagai sumbangsih bagi dunia pendidikan di Indonesia.

Ia menjelaskan selama lebih dari 20 tahun, bersama pendiri lainnya, yakni (alm) Dr drh RP Agus Lelana, Sp.MP, M.Si, mereka melalukan riset pendidikan melalui SMK Wikrama Bogor dan Perguruan SMK Wikrama Indonesia, sehingga pada 2011 mulai dibangun aplikasi pendidikan Kejar.id.

Awalnya, rancangan itu dibangun oleh para pelajar dan alumnus SMK itu dengan didampingi tim guru, dan kini juga masih terus dikembangkan.

"Dan mulai 2017 kemudian di 'upgrade' pada 2017 setelah muncul teknologi baru 'andorid support'," katanya.

Aplikasi itu juga lahir atas latar belakang kondisi pendidikan di Indonesia, yang antara lain diwarnai kondisi buruknya integritas, di mana siswa tidak kompeten pada materi-materi mendasar yang menyebabkan buruknya integritas dan percaya diri.

Kemudian, materi pembelajar tidak sesuai, di mana banyak guru yang tidak mengajarkan materi yang sesuai dengan kurikulum dan kisi-kisi yang dibuat pemerintah.

Selain itu, pemantauan atau monitoring kurang, yakni sulit dilakukan pemantauan pembelajaran.

Pada saat bersamaan, ada kondisi di mana ada Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) sehingga dibutuhkan pembelajaran dan pembiasaan menggunakan teknologi seiring adanya UNBK itu.

Ada pula sistem zonasi sehingga dibutuhkan alat ukur yang bisa memetakan siswa yang beragam. Juga Palapa Ring, jaringan serat optik berkapasitas 100 GB (upgradable) yang menyatukan Indonesia, dan program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di mana pemerintah menganggarkan dana untuk pembelajaran digital.

Aplikasi Kejar.id menyediakan paket belajar serta sistem pembelajaran yang berfilosofi "tuntas, terukur, dan terpantau" untuk sekolah di Indonesia.

Konsepnya, yaitu membangun sistem pembelajaran yang bertahap, mulai dari materi-materi yang mendasar. Kemudian, berbasis sekolah, yakni dibuat untuk siswa, orang tua, guru, wali kelas, kurikulum, kepala sekolah, dan juga Dinas Pendidikan.

Selanjutnya, konten (materi/soal) telah disesuaikan dengan kurikulum dan kisi-kisi yang telah dibuat oleh pemerintah, dan memiliki laporan eksekutif, berupa mengumpulkan, menganalisis, dan melaporkan data secara tepat, cepat dan mudah.

Mengenai proses pemanfaatan Kejar.id manfaatnya diperoleh oleh semua komponen, mulai dari kepala sekolah, guru, siswa, dan orang tua.

Untuk kepala sekolah, memotivasi guru untuk memfokuskan materi ajar yang belum dikuasai siswa.

Bagi guru dan orang tua, memantau dan mengevaluasi hasil belajar siswa melalui halaman khusus "executive report", dan bagi siswa, belajar, dan mengerjakaan soal menggunakan "smart" aplikasi Kejar.id

Kemudahan penggunaan Kejar.id disebutnya sangat mudah dan menyenangkan karena dilakukan secara dalam jaringan (daring) atau "online" sehingga dapat diakses di mana saja dan kapan saja.

Selain itu, berbasis "web" dan aplikasi android sehingga dapat diakses melalui komputer atau laptop dan "smartphone" atau tablet.

"Sehingga berbiaya hemat," katanya.

Secara substansial, Kejar.id memiliki keunggulan terintegrasi, efisien, dan feektif, berpelangalaman, pelayanan prima, termasuk menyediakan fitur "try out" UNBK.

Saat ini, pengguna Kejar.id di seluruh Indonesia 893 sekolah, 222.516 siswa, dan 10.376 guru.

Kelebihan lainnya, menurut Itasia Dina Sulvianti, Kejar.id memiliki apa yang disebutnya sebagai "hidden curriculum", yaitu menanamkan karakter jujur, percaya diri, tekun, terbiasa dengan target, dan transparan.

"Kami siap membantu sekolah di Indonesia jika membutuhkan bantuan sebagai sumbangsih kami bagi pendidikan di Tanah Air," katanya.

Baca juga: "SmartTren Ramadhan" SMK Wikrama Bogor ditambahkan multikulturalisme
Baca juga: Kemendikbud luncurkan aplikasi belajar Paket c daring
Baca juga: Mahasiswa UGM hibahkan LexiPal ke institusi pendidikan

Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2019