Jakarta (ANTARA) - Presidium Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) Anita Wahid menyarankan Pemerintah Indonesia membuat aturan pengenaan denda bertingkat bagi pengunggah kabar bohong atau hoaks di media sosial.
Anita menilai upaya tersebut dapat mengedukasi masyarakat agar lebih menyaring konten yang akan dibagikan di ruang publik.
"Mungkin, sekali 'posting' hoaks denda Rp50 juta, ketahuan kedua kali denda menjadi Rp250 juta, ketahuan posting ketiga jadi tambah lagi," ujar Anita di Gedung KPU RI, Jakarta, Selasa.
Baca juga: Dewan Pers: Hoaks masih bertebaran di mana-mana
Baca juga: Ingin putus peredaran hoaks, Mafindo bidik "emak-emak"
Penerapan denda, yang bukan hanya bersifat administratif itu, kelak diharapkan dapat menekan jumlah kabar bohong yang beredar di dunia maya.
Anita menambahkan saat ini sudah ada sejumlah negara yang membuat regulasi untuk mencegah peredaran ujaran kebencian di media sosial, di antaranya Jerman dan Singapura.
"Saat konten bermuatan "hatespeech" itu tidak dihapus sesuai waktu yang ditentukan, maka 'platform' kena denda. Di Jerman dendanya 5 juta Euro," kata dia.
Menurut Anita, di Jerman dan Singapura, saat ini denda hanya dikenakan pada penyedia media sosial. Namun, di Indonesia, penerapan denda seperti itu dinilai tidak akan efektif mengurangi pembuatan maupun persebaran kabar bohong.
Oleh karena itu, ia menilai tidak hanya perusahaan-perusahaan teknologi layaknya Facebook, Google, dan Twitter saja yang perlu didenda saat ada konten hoaks maupun ujaran kebencian.
"Buat pengguna juga perlu denda. Orang akan jadi mikir lagi kalau mau 'posting'," kata dia.
Baca juga: Tokoh publik punya peran sentral tumpas hoaks
Baca juga: Mafindo sebut kebanyakan hoaks disebarkan melalui Facebook
Pewarta: Agita Tarigan
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2019