"Potensi kemarau yang diprediksi Stasiun Meteorologi Kelas II Mutiara Sis Aljufri, yang sudah berlangsung dari Mei hingga Oktober nanti, harus ada kalkulasi khusus yang dilakukan Pemerintah daerah untuk mengantisipasi kekeringan dan kebutuhan air konsumsi warga," ucapnya dalam keterangan tertulis yang diterima di Palu, Selasa.
Pernyataan Ahmad M Ali terkait dengan laporan Stasiun Meteorologi Kelas II Mutiara Sis Aljufri yang sebelumnya menyebutkan bahwa Kota Palu, Kabupaten Sigi dan Donggala termasuk Parigi Moutong masuk dalam wilayah tergolong peralihan musim, dari musim kemarau ke hujan atau sebaliknya dari hujan ke kemarau pada Agustus-Oktober 2019.
Baca juga: Akibat kekeringan warga tujuh desa di Sigi butuhkan bantuan air
Peralihan musim itu, merupakan bagian dari durasi musim kemarau yang terhitung Mei - Oktober. Stasiun Meteorologi menyebut, kemarau yang terjadi masih dalam kategori normal.
Walaupun masih kategori normal, namun terasa lebih terik untuk wilayah Palu dan sekitarnya. Hal itu dipengaruhi beberapa faktor, salah satunya yaitu panas yang terpusat di Kota Palu dan sekitarnya, berdampak pada rendahnya kelembapan.
Sehingga kondisi panas terasa lebih terik. Kelembapan Kota Palu berkisar 30 - 40 persen pada siang hari. Di daerah lain 40 - 50 persen. Karena itu, suhu yang terpantau 33 - 37 derajat celcius, di siang hari.
Baca juga: 22.082 warga Flores Timur terkena dampak kekeringan
"Panas dan tingkat kelembapan yang rendah, itu yang menyebabkan terjadinya kekeringan di beberapa wilayah," sebut Koordinator Analisa dan Pengolahan Data Stasiun Meteorologi Kelas II Mutiara Sis Aljufri, Affan Nugraha Diharsya.
Atas laporan itu, Ahmad M Ali yang merupakan Bendahara Umum DPP NasDem menyebut potensi kekeringan yang besar ini, utamanya di Kabupaten Sigi, Palu dan Donggala. Beban pengungsi, kata dia, akan makin besar bila tidak ada skenario antisipasi kekeringan ini.
"Pemerintah daerah harus memiliki alternatif distribusi air dan skenario pemenuhan kebutuhan air menghadapi masa kekeringan. Saya berharap ini betul-betul diperhatikan," ujarnya.
Baca juga: Pemkab Lumajang distribusikan air bersih di daerah kekeringan
Ahmad menilai, potensi kekeringan ini akan berdampak pada penurunan nilai tukar petani bila tidak ada pengelolaan alternatif sumber-sumber air. Olehnya, penting antisipasi agar proses bisa lebih dilewati oleh pengungsi dalam rangka mempercepat proses rehabilitasi dan rekonstruksi.
Ia khawatir, kemarau yang panjang ini akan berpotensi masalah baru bahkan bisa jadi bencana baru bila tidak ada skenario khusus dari pemerintah daerah mengantisipasi.
"Pemerintah daerah harus duduk bersama memikirkan ini. Mencari solusi mengatasi kekeringan, dan memenuhi kebutuhan konsumsi rumah tangga pengungsi," katanya.
Pewarta: Muhammad Hajiji
Editor: Heru Dwi Suryatmojo
Copyright © ANTARA 2019