Singapura (ANTARA News) - Harga minyak dunia turun lagi, Selasa, diperdagangkan di bawah 124 dolar AS per barel, menyusul aksi ambil untung di pasar akibat menguatnya dolar, para analis menyatakan. Kontrak berjangka minyak utama New York, jenis light sweet, untuk pengiriman Juni 37 sen lebih rendah pada posisi 123,86 dolar dari 124,23 dolar pada penutupan perdagangan di New York, Senin (12/5). Kontrak diperdagangan lebih rendah untuk semua sesi New York, tetapi dalam perdagangan harian mencapai 126,40 dolar. Minyak mentah Laut Utara Brent untuk pengiriman Juni 14 sen lebih rendah pada posisi 122,77 dolar per barel setelah turun 2,49 dolar menjadi 122,91 dolar pada Senin. Harga minyak telah mengalami peningkatan dua kali lipat dalam setahun terakhir dan meningkat 25 persen sejak awal tahun ini. Para analis menyebutkan berbagai faktor yang menyebabkan harga minyak tinggi, termasuk meningkatnya permintaan energi dari kekuatan Asia, China dan India, melemahnya dolar AS dan juga penolakan Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) untuk memompa lebih banyak minyak mentahnya. Mike Fitzpatrick, analis pada MF Global, mengatakan bahwa dengan sedikit menguatnya dolar AS saat ini, "itu merupakan kejutan untuk menjadikan harga minyak turun." Menguatnya mata uang AS menjadikan minyak yang dihargai dengan dolar menjadi lebih mahal bagi para pemegang mata uang lainnya. Di perdagangan Asia pagi, euro berada pada posisi 1,5515 dolar, turun dari 1,5542 di penutupan perdagangan di New York pada Senin dan mencapai rekor 1,6002 dolar yang dicapai pada 22 April lalu. Kontrak di New York dan London ditutup pada rekor tertinggi Jumat lalu, melampuai penurunan rekor harga pekan lalu di tengah tekanan geopolitik di Timur Tengah dan juga menjelang puncak permintaan pada musim liburan di AS. Menurut analis Bank of Ireland, Paul Harris, serangan udara di Turki di utara Irak dan berlanjutnya kerusuhan sipil di Libanon membantu mempertahankan isu kekhawatiran pasokan minyak. OPEC yang beranggotakan 13 negara itu memproduksi sekitar 40 persen minyak dunia. Sementara itu, Presiden AS George W. Bush akan membawa masalah tingginya harga minyak dan dampak negatifnya terhadap ekonomi dalam kunjungannya ke Arab Saudi, kata juru bicara Gedung Putih, Dana Perino, seperti dilaporkan AFP. Sedangkan Menteri Perminyakan Kuwait, Mohammad al-Olaim, pekan lalu mengatakan OPEC akan menyelenggarakan pertemuan luar biasa akibat meroketnya harga minyak sebelum konferensi yang dijadwalkan berlansung September, jika hal itu diperlukan. (*)

Pewarta:
Copyright © ANTARA 2008