New York (ANTARA News) - Harga minyak New York, Amerika Serikat (AS), turun tajam pada perdagangan Senin waktu setempat (Selasa pagi WIB) lantaran menguatnya dolar AS telah mendorong aksi ambil untung
(profit taking) setelah pada Jumat pekan lalu mencapai rekor tertinggi, demikian laporan AFP.
Kontrak berjangka minyak utama New York, minyak mentah jenis
light sweet untuk pengiriman Juni 2008 menyusut 1,73 dolar AS menjadi ditutup pada 124,23 dolar AS per barel. Acuan kontrak diperdagangkan lebih rendah, namun meningkat ke rekor tertinggi perdagangan harian 126,40 dolar AS.
Di London, ibukota Kerajaan Inggris, kontrak minyak mentah Brent untuk pengiriman Juni jatuh 2,49 dolar AS menjadi 122,91 dolar AS.
"Dengan bergerak naiknya dolar AS. Satu kejutan besar, sehingga harga minyak mundur kembali," kata Mike Fitzpatrick, analis dari MF Global.
Ia menimpali, "Sayangnya, ini bukan perubahan struktural, kami kira harganya akan naik kembali. Sekalipun berada diambang 126 dolar, spekulasi akan menambahnya lebih panjang lagi."
Penguatan dolar AS membut harga minyak mentah yang dihargakan dalam dolar menjadi lebih mahal bagi para pemegang mata uang lainnya.
Kontrak di New York dan London ditutup pada rekor tertinggi Jumat, melampaui serangkaian penurunan rekor harga pekan lalu di tengah tekanan geopolitik di Timur Tengah dan jelang puncak permintaan musim libur di AS.
"Berlanjutan `bullish` pasar minyak didukung faktor geopolitik," kata analis Bank of Ireland, Paul Harris.
Ia menambahkan, "Serangan udara terbaru Turki di utara Irak dan berlanjutnya kerusuhan sipil di Libanon membantu mempertahankan issu kekhatiran pasokan minyak."
Harga minyak telah meningkat lebih dua kali lipat dalam setahun terakhir dan telah meroket 25 persen sejak awal tahun ini, ketika menembus batas 100 dolar AS.
Para analis mengutip berbagai faktor yang mendorong kenaikan harga minyak, termasuk meningkatnya permintaan dari kekuatan ekonomi Asia, China dan India, melemahnya dolar AS, dan keraguan terhadap kebijakan Organisasi Negara pengekspor Minyak (OPEC) untuk menaikkan kuota produksinya.
Ke-13 negara anggota OPEC memproduksi sekitar 40 persen minyak dunia.
Presiden AS, George W. Bush, akan mengangat isu tingginya harga minyak dan dampak negatifnya terhadap ekonomi dalam kunjungannya ke Arab Saudi, Jumat, kata juru bicara Gedung Putih, Dana Perino.
Sebuah kelompok senator AS pada Kamis pekan lalu mengancam bakal menghalangi trasaksi senjata dengan negara-negara anggota OPEC, jika mereka tidak meningkatkan produksinya untuk menekan melambungnya harga minyak.
Secara terpisah, Menteri perminyakan Kuwait, Mohammad al-Olaim, pada Rabu pekan lalu justru mengatakan, OPEC jika diperlukan akan menyelenggarakan pertemuan luar biasa di Markas Besar OPEC di Wina, Austria, setelah meroketnya harga minyak sebelum konferensi yang dijadualkan September 2008. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008