Jakarta (ANTARA) - Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) mengharapkan dana untuk penelitian dan pengabdian masyarakat meningkat ke depan untuk membangun kemajuan bangsa yang lebih besar.
"Saat ini dana untuk penelitian dan pengabdian masyarakat belum menjadi prioritas, dibandingkan dana untuk pendidikan," kata Direktur Riset dan Pengabdian Masyarakat Kemristekdikti Ocky Karna Radjasa dalam keterangan pers yang diterima Antara, Jakarta, Senin.
Ocky mengatakan saat ini mengajukan beberapa perubahan untuk menambah dana bagi biaya penelitian dengan tujuan memperbaiki kualitas penelitian di Indonesia.
Perubahan tersebut di antaranya penelitian tidak hanya dari perguruan tinggi saja, sehingga semua pihak termasuk swasta dan lembaga swadaya masyarakat juga memungkinkan untuk melakukan penelitian; penelitian boleh multi sumber; serta pendanaan multi tahun bisa 3-5 tahun.
Untuk yang pendanaan multi tahun, ada jaminan untuk diprioritaskan, dan bisa didorong untuk terjalinnya kolaborasi.
"Sementara untuk keterbatasan alat riset, Pak Menteri mendorong sinergi dalam konsorsium," ujarnya.
Terkait dana abadi riset, Ocky menuturkan Kemristekdikti masih membahas soal bentuk investasi dana tersebut. Dia menjamin keuntungan dari dana abadi tersebut akan diprioritaskan untuk riset nasional.
"Kita antisipasi juga untuk dana abadi riset. Ini masih dibahas bentuk investasinya. Nanti keuntungan dari dana abadi salah satu prioritasnya untuk riset nasional," tuturnya.
Sementara itu, Ocky mengakui dana untuk pengabdian masyarakat masih lebih kecil dibandingkan dengan pendidikan dan penelitian. Untuk memaksimalkan pengabdian masyarakat, pihaknya butuh dana sekitar Rp400 miliar.
"Idealnya, Rp400 miliar itu pengabdian masyarakat baru ada dampaknya. Kalau kurang dari itu, kasihan teman-teman dosen," lanjutnya.
Sementara itu, Ketua Forum Rektor Indonesia Yos Johan Utama mengatakan saat ini banyak dosen yang enggan melanjutkan pendidikan menjadi profesor atau S3 karena tidak adanya dana penelitian bagi mereka.
Demi meningkatkan keinginan para dosennya untuk melanjutkan pendidikan, Yos yang merupakan rektor Universitas Diponegoro Semarang membuat insentif pada mereka.
"Kami ada insentif (agar dosen mau kuliah lagi dan melakukan penelitian). Karena bila tidak, mereka mending mengajar tanpa risiko. Karena mereka ada separuh dosen senior sampai kita dibiayai mau kuliah tetap tidak mau," ujar Yos.
Yos juga menuturkan bila alat penelitian yang ada di Indonesia banyak yang ketinggalan zaman. Karena itu, dia setuju ada regulasi yang mendorong agar para dosen mau belajar. Namun, regulasi tersebut jangan menjadi penghambat.
"Regulasi seharusnya bukan penghambat tapi progres, mendorong orang ke arah yang diharapkan pemerintah dalam membangun sumber daya manusia. Yang saya khawatirkan, kita tidak bisa buat regulasi yang adaptif untuk seluruh perguruan tinggi, jangan sampai (regulasi yang) Jakarta view. Menurut saya, kebijakannya harus bisa mempersatukan perbedaan," tuturnya.
Direktur Eksekutif Center of Study Governance and Administrative Reform Universitas Indonesia Rudiarto Sumarwono mengatakan masih banyak penelitian hanya sebatas publikasi dan pengetahuan saja dan belum bisa diterapkan untuk pasar.
Dia mendukung keinginan Presiden Joko Widodo untuk melakukan penelitian yang dibutuhkan untuk menjawab kebutuhan pasar, agar bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan negara ke depan.
Rudiarto menuturkan harus ada kesinambungan antara pasar dan perguruan tinggi dalam melakukan penelitian.
"Presiden ingin riset untuk pasar bukan hanya publikasi. Kita mau mendorong dukungan dari pasar untuk kepentingan riset di perguruan tinggi. Perguruan tinggi menyediakan peneliti tapi infrastrukturnya kurang sementara pasar, infrastrukturnya ada tapi penelitinya kurang," ujarnya.
Rudiarto juga menginginkan alokasi dana untuk pengabdian masyarakat mendapat porsi yang besar ke depan.
"Jumlah pengabdian masyarakat itu angkanya rendah, dibandingkan penelitian dan pendidikan. Padahal zaman sekarang, sebetulnya pengabdian masyarakat sama pentingnya dengan penelitian dan pendidikan. Kita butuh lebih banyak lagi dorongan-dorongan untuk itu," ujarnya.
*****
Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2019