Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menelurusi 30 rekening baik atas nama pribadi dan perusahaan terkait kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan tersangka mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar (ESA).

"Dalam rangkaian penanganan perkara ini, KPK terus menggali informasi terkait sekitar 30 rekening baik atas nama pribadi dan perusahaan," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Senin.

Baca juga: KPK dalami perputaran uang diterima Emirsyah Satar terkait kasus TPPU

Ia mengatakan bahwa sebagian besar informasi rekening tersebut didapatkan lembaganya melalui perjanjian "mutual legal assistance" (MLA) dari yurisdiksi hukum negara lain.

"Analisa terhadap sekitar sekitar 30 rekening ini dilakukan dalam rangka 'follow the money'," ucap Febri.

Baca juga: KPK telusuri aset tersangka Emirsyah Satar

Selain itu dalam penyidikan TPPU dengan tersangka Emirsyah, KPK pada Senin juga memeriksa tiga saksi, yaitu Corporate Expert PT Garuda Indonesia Friatma Mahmud, advokat pada Hanafiah Ponggawa and Partners (HPRP) Andre Rahadian, dan Sandrani Abubakar seorang ibu rumah tangga.

Terkait pemeriksaan tiga saksi itu, KPK mendalami pengetahuan saksi terkait perputaran aliran dana yang diterima tersangka Emirsyah.

"Salah satu yang didalami adalah proses pembelian dan asal usul uang untuk membeli sebuah rumah di Pondok Indah," ungkap Febri.

Baca juga: KPK temukan penggunaan puluhan rekening bank luar negeri kasus Garuda

Kasus TPPU tersebut merupakan pengembangan dari kasus suap terkait pengadaan pesawat dan mesin pesawat dari Airbus S.A.S dan Rolls-Royce P.L.C pada PT Garuda Indonesia.

KPK sebelumnya telah terlebih dahulu menetapkan Emirsyah dan Soetikno sebagai tersangka kasus suap pengadaan pesawat pada 16 Januari 2017. Kemudian KPK kembali menetapkan keduanya sebagai tersangka TPPU pada 7 Agustus 2019.

KPK pada 7 Agustus 2019 juga menetapkan mantan Direktur Teknik dan Pengelolaan Armada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk 2007-2012 Hadinoto Soedigno (HDS) sebagai tersangka baru kasus suap pengadaan pesawat tersebut.

Dalam konstruksi perkara disebutkan bahwa KPK menemukan fakta-fakta yang signifikan bahwa uang suap yang diberikan Soetikno kepada Emirsyah dan Hadinoto tidak hanya berasal dari perusahaan Rolls-Royce akan tetapi juga berasal dari pihak pabrikan lain yang mendapatkan proyek di PT Garuda Indonesia.

Untuk program peremajaan pesawat, Emirsyah melakukan beberapa kontrak pembelian dengan empat pabrikan pesawat pada 2008-2013 dengan nilai miliaran dolar AS.

Pertama, kontrak pembelian mesin Trent seri 700 dan perawatan mesin (Total Care Program) dengan perusahaan Rolls Royce. Kedua, kontrak pembelian pesawat Airbus A330 dan Airbus A320 dengan perusahaan Airbus S.A.S.

Ketiga, kontrak pembelian pesawat ATR 72-600 dengan perusahaan Avions de Transport Regional (ATR) dan keempat, kontrak pembelian pesawat Bombardier CRJ 1000 dengan perusahaan Bombardier Aerospace Commercial Aircraft.

Selaku konsultan bisnis/komersial dari Rolls-Royce, Airbus dan ATR, Soetikno diduga telah menerima komisi dari tiga pabrikan tersebut.

Selain itu, Soetikno juga diduga menerima komisi dari perusahaan Hong Kong bernama Hollingsworth Management Limited International Ltd (HMI) yang menjadi Sales Representative dari Bombardier.

Pembayaran komisi tersebut, diduga terkait keberhasilan Soetikno dalam membantu tercapainya kontrak antara PT Garuda Indonesia dan empat pabrikan tersebut.

Soetikno selanjutnya memberikan sebagian dari komisi tersebut kepada Emirsyah dan Hadinoto sebagai hadiah atas dimenangkannya kontrak oleh empat pabrikan.

Adapun rincian pemberian Soetikno kepada Emirsyah dan Hadinoto, yakni pertama untuk Emirsyah, Soetikno diduga memberi Rp5,79 miliar untuk pembayaran rumah beralamat di Pondok Indah, 680 ribu dolar AS dan 1,02 juta euro yang dikirim ke rekening perusahaan milik Emirsyah di Singapura, dan 1,2 juta dolar Singapura untuk pelunasan apartemen milik Emirsyah di Singapura.

Kedua untuk Hadinoto, Soetikno diduga memberi 2,3 juta dolar AS dan 477 ribu euro yang dikirim ke rekening Hadinoto di Singapura.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2019