Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah harus dapat menerapkan 'petrol tax' atau pengenaan pajak BBM terhadap pemilik kendaraan bermotor agar Indonesia mampu menghemat sumber daya energi, kata Direktur lembaga kajian Indonesia Development Monitoring (IDM) Bidang Kajian Ekonomi Makro, Malvin Baringbing.
Dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin, Malvin mengatakan, kebijakan 'petrol tax' ini menjadikan setiap pemilik kendaraan dikenai kewajiban membayar pajak bahan bakar minyak (BBM) setiap tahunnya.
"Besaran nilai pajak akan disesuaikan dengan besaran cc kendaraan yang dimilikinya. Mekanisme pembayaran pajak akan digabungkan dengan mekanisme pembayaran pajak kendaraan setiap tahunnya," katanya.
Dikatakannya, kebijakan 'petrol tax' ini tidak dikenakan terhadap kendaraan non-pribadi dan kendaraan angkutan kebutuhan pokok rakyat. Dengan demikian harga kebutuhan pokok rakyat tidak terpengaruh, mobilitas rakyat dengan kendaraan umum tetap berjalan lancar.
"Dengan kebijakan petrol tax ini jumlah kendaraan pribadi akan dapat dibatasi karena masyarakat pasti lebih memilih kendaraan umum karena adanya kewajiban membayar petrol tax jika memiliki kendaraan sendiri," ujarnya menambahkan.
Menurut Malvin, usulan penerapan kebijakan 'petrol tax' dilatarbelakangi bahwa tidak ada yang bisa menjamin sampai titik mana kenaikan harga minyak global akan berhenti.
"Yang jelas cadangan minyak dunia akan terus berkurang, sementara kebutuhan akan minyak akan terus bertambah. Hal ini berarti jika tidak dilengkapi dengan kebijakan penghematan energi maka untuk tahun-tahun yang akan datang, bangsa Indonesia akan terus berkutat pada persoalan yang sama," katanya.
Malvin juga mengusulkan langkah-langkah untuk menghemat sumber energi, yakni menghentikan politisasi manajemen sumberdaya energi (SDE), seperti kasus Blok Cepu adalah contoh betapa politisasi manajemen pengelolaan SDE justru tidak akan menguntungkan negara.
"Penghembusan isu nasionalisme sempit terkait pengelolaan Blok Cepu justru memperlambat proses eksplorasi blok tersebut yang berujung pada tertundanya pemasukan pajak bagi Negara," katanya.
Dia mengusulkan, audit energi harus dilakukan untuk melakukan efisiensi BBM, seperti contoh pemerintah harus mengaudit pemakaian BBM yang digunakan oleh PLN, karena PLN banyak meyedot subsidi dari BBM tersebut, dengan cara menghitung berapa kebutuhan sebenarnya dari PLN untuk menghasilkan daya listrik oleh satu liter BBM.
"Karena itu, perlu pemeriksaan dan audit pengembangan diversifikasi energi yang berupa pengembangan usaha bio-energi yang banyak didanai oleh Bank Bank BUMN agar kredit yang diberikan kepada perusahaaan pengembang bio-fuel benar-benar digunakan secara tepat," ujarnya.
Alvin mengharapkan, agar penyaluran kebijakan bantuan tunai langsung (BLT) dan bantuan operasional sekolah secara tepat dan transparan agar masyarakat yang kurang mampu tidak terlalu berat dalam menghadapi kenaikan BBM.(*)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008