Jakarta (ANTARA News) - Kurs rupiah terhadap dolar AS di pasar spot antar bank Jakarta, Senin sore mendekati angka Rp9.300 per dolar AS karena pelaku pasar khawatir akan terjadi penolakan oleh masyarakat terhadap rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). "Penolakan masyarakat melalui aksi demo atas rencana pemerintah menaikkan BBM mengakibatkan pelaku pasar membeli dolar AS yang memicu mata uang asing itu menguat," kata pengamat pasar uang Edwin Sinaga di Jakarta. Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS di pasar mencapai Rp9.260/9.270 per dolar AS dibanding penutupan akhir pekan lalu yang mencapai Rp9.240/9.254 atau turun 20 poin. Menurut Edwin, kenaikan harga BBM ini merupakan isu global yang terjadi hampir di semua negara bukan hanya di Indonesia. Kenaikan harga BBM tidak dapat ditunda lagi harus segera dilakukan pada awal bulan ini. Dengan meningkatnya harga BBM maka anggaran belanja negara untuk sementara tidak akan terus begitu besar, katanya. Kenaikan BBM itu, lanjut nya, akan menekan rupiah yang diperkirakan akan bisa mencapai di atas angka Rp9.300 per dolar AS. "Kami perkirakan rupiah akan makin terpuruk, namun pada angka Rp9.300 per dolar AS kemungkinan Bank Indonesia akan masuk ke pasar uang untuk menjaga kemerosotan lebih jauh," katanya. Apalagi, menurut dia, BI memiliki cadangan devisa yang cukup besar untuk menjaga rupiah agar tetap berada pada level yang aman. Kenaikan BBM itu, juga akan menekan inflasi tinggi yang mendorong BI akan menaikkan lagi suku bunga acuannya yang saat ini mencapai 8,25 persen, katanya. Ia mengatakan, kenaikan BBM memang sangat berpengaruh terhadap hampir semua sektor. Bahkan perbankan sendiri akan merasakan penyaluran kreditnya melambat, setelah perbankan menyesuaikan tingkat suku bunga setelah BI kembali menaikkan BI Rate. "Kondisi ini juga makin memperlambat pertumbuhan ekonomi nasional yang diperkirakan akan turun dari persen lebih menjadi dibawah enam persen," ucapnya. Pasar uang, tambah Edwin Sinaga diperkirakan akan melemah dalam beberapa hari, karena pelaku cenderung berdiam diri mereka khawatir akan muncul aksi besar-besar dalam menolak kenaikan BBM itu. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008