Kita juga tengah menggarap pembuatan alih bahasa ke dalam berbahasa Inggris di film Mandeh agar bisa maju ke tingkat internasional.

Padang (ANTARA) - Film berjudul "Mandeh" meraih tiga penghargaan dalam ajang Sumbar Film Festival (Surfival) 2019 yakni sebagai film terbaik di festival tersebut, kemudian kategori film fiksi terbaik dan film dengan ide terbaik.

Asisten sutradara film Mandeh, Adriyas Putra di Padang, Senin, mengakui pembuatan film ini telah lama digarap dan produksinya cukup besar.

"Sejak awal saya sudah percaya cerita film Mandeh ini banyak mewakili perasaan orang," kata dia

Ia mengatakan film "Mandeh" digarap hingga berbulan-bulan yang merupakan tugas akhir para timnya di Institut Kesenian Jakarta yang berkolaborasi dengan Institut Seni Indonesia Padang Panjang.

Baca juga: Desy Ratna Sari kesulitan berbahasa Minang di film Buya HAMKA

"Pra produksinya, dari ide yang sudah lama, tapi serius digarap, tiga sampai empat bulan. Untuk produksi dua setengah hari dan pasca-produksi sampai empat bulan," katanya.

Menurutnya, pesan yang ada di film 'Mandeh' cukup sederhana yaitu kasih sayang seorang ibu kepada anaknya yang tidak pernah habis walau disampaikan dengan cara lain.

"Kasih ibu sepanjang jalan. Kasih ibu tidak habis-habis. Pesan di film Mandeh ini walaupun anaknya melakukan kesalahan tapi seorang ibu tetap seperti semula, kasih sayangnya," ujarnya.

Ia mengatakan selain ikut festival di Sumbar pihaknya sedang berusaha untuk ikut dan menampilkan film Mandeh di festival tingkat nasional.

"Kita juga tengah menggarap pembuatan alih bahasa ke dalam berbahasa Inggris di film Mandeh agar bisa maju ke tingkat internasional," kata dia.

Film "Mandeh" ini mengalahkan empat kandidat film lainnya yang masuk nominasi kategori fiksi lainnya seperti "Surek" besutan sutradara Rizky Andrian dari rumah produksi Stereotype.

Kemudian, "Raso" hasil garapan sutradara Yogi Sapta Hadi dari rumah produksi Sarang Musang Picture, "Pesawat Kertas" sutradara Zahrah Yuni Alda dari rumah produksi Ruang Mitos Films dan "Sarumpun" sutradara Afrinal dari rumah produksi Sarang Musang Picture.

Selain itu untuk kategori film dokumenter terbaik Surfival 2019 diraih "Bungo Lado" karya Andri Maijar dari rumah produksi Rumpun Creative. Film ini ingin menyampaikan betapa Minangkabau memiliki keragaman tradisi terutama yang berkaitan dengan keagamaan.

Tradisi "Bungo Lado" adalah cara mengumpulkan sedekah oleh masyarakat setempat, uniknya, uang sedekah tersebut digantung pada sebuah ranting kayu selama lebih kurang satu minggu jelang peringatan Maulid Nabi

Di Nagari Parit Malintang, setiap lorong memiliki Bungo Lado masing-masing, nantinya Bungo Lado tersebut akan dikumpulkan di masjid nagari saat hari puncak peringatan Maulid Nabi.

Dengan terpilih menjadi yang terbaik, maka film Bungo Lado mengalahkan empat film dokumenter lainnya yang masuk nominasi seperti "Tanah Datar Luhak Nan Tuo" garapan sutradara Ahmad Zuriyatul Khiari dari rumah produksi Tugas Anjay Studio.

Kemudian, "Masijago Pora Mai" (Menjaga Tanah Adat) sutradara Gilang Syahbani dari DAAI TV, "Langkitang dan Pensi" sutradara Suwanda Kurnia Maufdi dari Universitas Andalas dan "Surau Kito" sutradara Rizqy Vajra J dari Institue Seni Indonesia Yogyakarta yang terpilih menjadi film dengan ide terbaik.

Kepala Dinas Pariwisata Sumbar, Oni Yulfian mengatakan ajang Sumbar Film Festival sangat mempengaruhi perkembangan industri film di Sumatera Barat

Apalagi Sumbar mempunyai kekayaan dalam bidang kreativitas yang tinggi terutama di bidang perfilman.

"Bahkan beberapa film dari Sumbar sudah berkiprah di tingkat nasional seperti Surau dan Silek serta Liam dan Laila dan lainnya. Bahkan novel dari Sumbar banyak yang dijadikan film," kata dia

Menurut dia, hal ini menunjukkan Sumbar memiliki potensi di bidang perfilman. Film mempunyai dampak dan peran yang luar biasa, terutama dalam pelestarian budaya dan seni serta bidang film memiliki dampak menumbuhkan minat orang untuk berkunjung ke suatu destinasi.


Contohnya, film Laskar Pelangi yang pengambilan di Pulau Bangka Belitung mampu menjadikan wilayah itu sebagai destinasi wisata baru.

"Kita harap banyaknya film yang muncul menampilkan keindahan alam Sumbar mampu menjadi daya tarik wisatawan untuk datang dan membangkitkan perekonomian masyarakat," kata dia.*

Baca juga: "Surau dan Silek" kenalkan budaya Minang di Italia

Baca juga: Dua film raih penghargaan di Hong Kong

Pewarta: Mario Sofia Nasution
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019