Palu (ANTARA News) - Rencana pemerintah menaikkan harga BBM hingga 30 persen guna menyiasati melambungnya harga minyak mentah di pasar internasional, akan memicu masalah atau "bola panas" di dalam negeri, kata pengamat ekonomi asal Universitas Tadulako (Untad) Palu di Sulawesi Tengah. "Masalahnya, inflasi akan meningkat tajam sehingga mempengaruhi kondisi sosial dan ekonomi masyarakat," kata staf pengajar Fakultas Ekonomi Untad, Dr Mohammad Nofal Launa DEA di Palu, Minggu. Menurut Mohammad Nofal, kenaikan harga BBM itu akan mendorong kenaikan harga barang di pasaran karena meningkatnya biaya produksi. Kriminalitas meningkat, unjuk rasa marak, stabilitas nasional terancam Jumlah penduduk miskin dipastikan akan meningkat tajam akibat terjadi penurunan daya beli yang luar biasa, sehingga bila kekecewaan itu terakumulasi akan meningkatkan angka kriminalitas hingga mengancam kondisi stabilitas nasional karena maraknya aksi unjuk rasa. "Saya belum bisa memperkirakan besaran inflasi yang terjadi nanti, sebab sangat banyak faktor yang perlu dihitung. Yang pasti, inflasi riil akan sangat besar dan merata terjadi di dalam negeri," katanya. Mohammad Nofal juga mengatakan, kenaikan harga BBM akan mempengaruhi pencapaian target pertumbuhan ekonomi nasional. "Jika pemerintah pada tahun 2008 menargetkan pertumbuan 6,4 persen, maka bisa jadi realisasinya kurang dari lima persen," katanya. Masalahnya, kata dia, kenaikan harga BBM akan mempengaruhi target pencapaian pembangunan dalam banyak sektor, sebab sektor riil berjalan stagnan karena melakukan pengetatan akibat penggunaan energi yang mahal. BLT Rp100.000/KK tak mungkin angkat daya beli masyarakat miskin! Ditanya soal solusi yang dilakukan pemerintah dalam mempertahankan daya beli masyarakat miskin dengan meluncurkan kembali program bantuan langsung tunai (BLT) Rp100.000/bulan/kepala keluarga, alumnus Grenoble University Perancis itu mengatakan: "tidak banyak membantu". Persoalannya, pengucuran BLT itu hanya bermain pada tataran perbaikan sementara perbaikan daya beli sebagian rakyat, bukan dilakukan melalui penataan sistem yang bisa menggerakkan perkembangan sektor riil agar bisa berjalan normal. Apalagi, lanjut dia, pelaksanaan BLT pada tahun-tahun sebelumnya banyak menimbulkan masalah akibat ketidakakuratan aparatur pemerintah dalam melakukan pendataan bagi mereka yang benar-benar harus dibantu. "Saya kira yang perlu dilakukan pemerintah menyikapi kebijakannya menaikkan harga BBM itu selain terus mendorong efisiensi besar-besaran di semua sektor guna mempertahankan APBN, juga yang harus dilakukan ialah menjaga aggregat suplai dan demand melalui penerapan kebijakan fiskal yang fleksibel agar sektor riil dan investasi tetap eksis," katanya.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008