Magelang (ANTARA) - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, K.H. Hasyim Muzadi, mengatakan pemerintah seharusnya berupaya serius untuk tidak menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) dengan melakukan efisiensi. "Pemerintah harus berusaha keras untuk tidak menaikkan BBM dengan melakukan efisiensi, kalau pun naik sebaiknya bertahap asal APBN kita tidak jebol," katanya di Magelang, Minggu (11/5) malam, sebelum menutup Konfercab NU Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Ia mengatakan kenaikan harga BBM dipastikan menyengsarakan kehidupan masyarakat. Logika bahwa penarikan subsidi BBM itu hanya menguntungkan orang kaya, katanya, merupakan logika yang salah. "Memang yang dikurangi subsidi itu kendaraan-kendaraan orang yang cukup, tetapi yang dihitung itu dampaknya, jadi akibat dari kenaikan itu tidak hanya kena kendaraan," katanya. Kenaikan harga BBM, katanya, berdampak kepada berbagai kebutuhan pokok sehari-hari masyarakat kecil. Misalnya transportasi naik maka sembako akan naik. Ia mengatakan, kenaikan harga kebutuhan pokok sekarang saja atau sebelum kenaikan harga BBM sudah mengakibatkan penderitaan masyarakat. Ia mencontohkan, efisiensi menyangkut anggaran yang tidak diperlukan yang seharusnya dihapuskan, untuk selanjutnya dimasukkan dalam subsidi minyak sehingga kenaikan harga BBM bisa ditekan menjadi tidak terlalu tinggi. Selain penghematan penggunaan BBM yang diserukan pemerintah, katanya, perlu efisiensi anggaran. "Bagian efisiensi itu kebocoran, di samping penghematan harus ada efisiensi, harus ada penambalan dari kebocoran," katanya. Ia juga menyatakan perlunya penyelesaian masalah BBM secara mendasar dan nasional untuk kepentingan jangka panjang. "Memang harus ada penyelesaian yang mendasar secara nasional, yakni bagaimana ada nasionalisasi sumber-sumber minyak kita," katanya. Selama ini, katanya, minyak Indonesia relatif banyak dikuasai asing sehingga Indonesia tidak lagi memiliki kuasa untuk melakukan pengelolaan. Seharusnya Indonesia mendapatkan keuntungan dari kenaikan harga minyak dunia. Tetapi, katanya, selama ini justru Indonesia kelabakan terhadap kenaikan harga minyak dunia. "Ini perlu kebijakan yang mendasar agar keberadaan minyak di Indonesia menjadi kemakmuran bukan menjadi kesengsaraan seperti sekarang. Seharusnya kalau kita punya minyak, harga naik seharusnya kita gembira. Kalau sampai sedih itu berarti kita membeli minyak mahal, bukan menjual minyak. Mengapa membeli minyak mahal sementara sumber-sumber minyak di Indonesia banyak? Karena masalah penguasaan asing," katanya.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2008