Belajar dari pengalaman akibat dari penggabungan Pilpres dan Pileg membuat semua pihak kewalahan
Kupang (ANTARA) - Pengamat hukum tata negara dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Johanes Tuba Helan mengatakan, mendukung wacana pemisahan pemilu presiden (Pilpres) dan pemilu legislatif (Pileg).
"Pemilu serentak harus dihapus karena antara pileg dan pilpres adalah dua pesta demokrasi yang berbeda, yang tidak boleh digabungkan," kata Johanes Tuba Helan kepada Antara di Kupang, Senin.
Dia mengemukakan hal itu, berkaitan dengan wacana pemisahan antara pemilu presiden dan pemilu legislatif yang mulai mengemuka saat ini.
Wacana pemisahan pilpres dan pileg itu, muncul kembali dalam Kongkres PDI Perjuangan di Bali 8-11 Agustus 2019. Salah satu rekomendasi dalam Kongres PDIP adalah pemisahan pelaksanaan pilpres, pileg, dan pilkada.
PDIP merekomendasikan agar pemilu dibagi menjadi tiga. Pemilihan capres-cawapres digabung dengan pemilihan anggota DPD.
Johanes Tuba Helan menambahkan, berkaca pada pelaksanaan Pemilu 2019 lalu, dimana pilpres dan pileg yang digelar serentak membuat banyak pihak kewalahan.
Baca juga: Tanggapan Bawaslu soal pemisahan Pileg dan Pilpres
Baca juga: Pengamat sebut pelaksanaan Pileg dan Pilpres sebaiknya dipisah
Baca juga: Pengamat : Keterbukaan data caleg jamin kedaulatan rakyat
Menurut dia, seharusnya pemilu legislatif dilaksanakan terlebih dahulu baru pemilu presiden.
"Yang dimaksud dengan pemilu sekali dalam lima tahun dalam UUD 1945 adalah periodesasi, bukan gabungan pileg dan pilpres," katanya.
"Jadi memilih presiden dan wakil presiden serta memilih legislatif setiap lima tahun sekali, artinya tidak boleh ada pemilu sebelum lima tahun," katanya.
Pewarta: Bernadus Tokan
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2019