Kami berharap aksi bersih-bersih pantai ini untuk mengurangi penilaian Kupang sebagai kota terkotor di Indonesia
Kupang (ANTARA) - Sampah sangat berbahaya bagi kesehatan manusia dan lingkungan sekitar. Sampah harus diolah atau di daur ulang dengan baik agar tidak mencemari lingkungan dan mengganggu kesehatan manusia.
Sampah yang selama ini dibuang begitu saja, ternyata masih dapat diolah kembali antara lain dalam bentuk kerajinan yang bernilai ekonomi, bercita rasa seni yang tinggi serta unik.
Secara umum pengelolaan sampah dilakukan dalam bentuk pengumpulan, pengangkutan, dan pembuangan akhir atau pengolahan. Pada tahap pembuangan akhir atau pengolahan tersebut, sampah akan mengalami proses-proses tertentu, baik secara fisik, kimiawi, maupun biologis.
Dalam proses pembuangan akhir ini, ada yang bisa dilakukan dengan sistem open dumpin (penimbunan secara terbuka) maupun sanitary landfill (pembuangan secara sehat). Pada proses open dumping, sampah ditimbun secara bergantian dengan tanah sebagai lapisan penutupnya.
Sampah yang dibuang harus dipilih sehingga tiap bagian dapat di daur ulang secara optimal. Hal ini jauh lebih baik dibandingkan dengan membuangnya ke sistem pembuangan sampah yang tercemar.
Pembuangan sampah yang tercampur dapat merusak dan mengurangi nilai material yang mungkin masih bisa dimanfaatkan dari sampah-sampah tersebut.
Dalam kaitan dengan upaya membebaskan lingkungan dari persoalan sampah, peran serta masyarakat dalam mengolah sampah juga sangat diperlukan untuk mengurangi jumlah dan volume sampah.
Namun, upaya melibatkan masyarakat ini, perlu juga ditumbuhkan, mengembangkan, serta membina peran serta masyarakat secara terarah dan berorientasi kepada penyebar luasan pengetahuan, penanaman kesadaran, peneguhan sikap, dan pembentukan perilaku.
Bagaimana pun juga, sampah merupakan konsekuensi dari aktivitas manusia. Namun, manusia tidak pernah menyadari bahwa setiap hari mereka selalu menghasilkan sampah, baik sampah organik maupun anorganik.
Kebanyakan orang tidak mau untuk mengolah sampah yang telah mereka hasilkan tersebut, karena mereka menganggap bahwa hal itu sah-sah saja untuk dilakukan, seperti yang dilakukan masyarakat Kota Kupang, ibu kota Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Wilayah pesisir Pantai Kupang, dilaporkan menghasilkan sebanyak 20.711 kilogram sampah dan telah diangkut dari enam titik pantai saat dilaksanakannya aksi bersih lingkungan dari sampah memperingati Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) 2019.
"Ada kurang lebih 20.711 kilogram sampah yang diangkut saat dilaksanakan aksi bersih sampah di enam titik pantai di Kupang pada Senin (4/3/2019) kemarin," kata Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) NTT, Timbul Batubara kepada wartawan.
Jumlah sampah yang dikumpulkan tersebut terdiri atas sampah-sampah anorganik, seperti plastik, logam, serta kaca, dan juga sampah organik. Sampah-sampah itu kemudian diangkut dengan 13 truk untuk dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA).
Melihat banyaknya sampah-sampah yang dikumpulkan itu, pihak BBKSDA mengimbau agar masyarakat Kota Kupang dapat menjaga dan merawat lingkungan sekitar dengan tidak membuang sampah di sembarangan tempat, karena dampaknya sangat buruk bagi kesehatan manusia dan hewan laut.
Aksi bersih lingkungan dari sampah itu tidak hanya dilakukan di enam titik pesisir pantai dalam Kota Kupang, tetapi juga di Taman Wisata Alam (TWA) Ruteng, di Kabupaten Manggarai, Pulau Flores dengan jumlah sampah yang terangkut sebanyak 2.400 kilogram.
Kemudian juga di TWA 17 pulau di Kabupaten Ngada, Flores, sekitar 650 kg, serta di Teluk Maumere, Flores sekitar 139. Pada acara HPSN 2019 tersebut berhasil dikumpulkan sebanyak 23.900 kg sampah.
Darurat sampah
Kepala BBKSDA NTT Timbul Batubara mengatakan bahwa masalah sampah di Kota Kupang sudah masuk dalam kategori status darurat.
"Bisa dikatakan masalah sampah di NTT, khususnya di Kota Kupang sebagai ibu kota provinsi sudah masuk dalam kategori status darurat," katanya.
Di jalan-jalan umum, kondisi lingkungan di Kota Kupang memang tampak bersih, namun jika dipantau dengan menggunakan drone kawasan, seperti pantai, serta beberapa kawasan pertokoan memang penuh dengan sampah.
BBKSDA NTT kemudian bekerja sama dengan Pemprov NTT, Pemerintah Kota Kupang, UPT Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan NTT, TNI/Polri dan pemangku kepentingan lainnya untuk membersihkan lingkungan dari sampah di enam titik wilayah pantai di Kota Kupang.
"Pengambilan lokasi pantai untuk aksi bersih sampah ini karena wilayah pesisir pantai selalu menjadi lokasi berkumpulnya sampah-sampah plastik dari berbagai penjuru," ujar dia.
Sampah plastik saat ini juga menjadi perhatian nasional dan internasional, karena memiliki dampak negatif terhadap manusia dan satwa laut.
"Kami berharap aksi bersih-bersih pantai ini untuk mengurangi penilaian Kupang sebagai kota terkotor di Indonesia," kata dia.
Sementara itu, Kepala Biro Kerja Sama Setda NTT Jusuf Kery Rupidara mengatakan bahwa aksi bersih lingkungan dari sampah ini dilaksanakan guna memperingati Hari Peduli Sampah Nasional 2019 yang sudah jatuh pada 21 Februari 2019.
"Aksi bersih sampah pantai itu sebenarnya hanya bagian dari edukasi bagi masyarakat di Kota Kupang untuk bersama-sama menjaga kebersihan lingkungan tempat tinggal, karena semakin kompleksnya kegiatan masyarakat pasti akan menimbulkan banyak sampah," ujar dia.
Terus apa yang dilakukan Pemerintah Kota dan Kabupaten Kupang dalam upaya membebaskan ibu kota Provinsi Nusa Tenggara Timur ini dari noda sampah yang masalahnya tak berakhir itu?
Wakil Bupati Kupang Jerry Manafe malah mendorong Pemerintah Desa Penfui Timur, Kecamatan Kupang Tengah segera membuat peraturan desa (perdes) tentang upaya penanggulangan pembuangan sampah medis maupun sampah plastik yang marak terjadi di desa itu.
"Pemerintah Desa Penfui Timur segera membuat peraturan desa (perdes) untuk memberikan sanksi terhadap warga yang membuang sampah secara serampangan, karena telah menganggu lingkungan dan kesehatan warga setempat," kata dia.
Masyarakat Kota Kupang dan Kabupaten Kupang selama ini memanfaatkan lahan kosong milik TNI AU sebagai lokasi pembuangan sampah medis maupun sampah rumah tangga. Namun, sampah-sampah tampak berserakan dan tidak terurus di tempat itu.
Pemerintah Desa Penfui Timur akhirnya bersepakat untuk memberikan sanksi hukum kepada warga yang ketahuan membuang sampah secara serampangan dengan denda sebesar Rp500.000. Sanksi denda tersebut sudah dituangkan dalam perdes.
"Penerapan denda bagi warga yang membuang sampah secara sembarangan ini merupakan hal yang baru, namun pemerintah tetap memberi apresiasi kepada Pemerintah Desa Penfui Timur yang mau menerapkan aturan desa tersebut," kata Jefri Manafe.
Mantan Wakil Ketua DPRD Kabupaten Kupang itu, mengatakan peraturan desa yang menerapkan sanksi denda sebesar Rp500.000 itu agar menjadi pijakan bagi warga desa itu dalam menghormati aturan desa.
Kepala Desa Penfui Timur Eklopas Nome mengatakan persoalan sampah di daerah itu telah menjadi persoalan yang sangat serius karena setiap hari kawasan itu dipenuhi sampah sekalipun telah berulang kali dibersihkan.
Atas dasar itu, pihaknya merasa terdorong untuk membuat peraturan desa dengan sanksi hukum sebesar Rp500.000, sebagai efek jera bagi warga setempat, meski perdes itu baru akan diberlakukan pada September 2019.
Baca juga: Elang bondol Kepulauan Seribu gunakan plastik untuk sarang
Baca juga: Sampah plastik di perairan Ternate kian menghawatirkan
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2019