Jakarta (ANTARA News) - Ikatan Dokter Indonesia (IDI) melalui IDI Wilayah DKI Jakarta menyesalkan masih maraknya seminar, lokakarya, dan praktek pelatihan kesehatan yang melibatkan dokter asing tanpa meminta izin atau persetujuan Konsil Kedokteran Indonesia (KKI), sehingga kegiatan tersebut dapat dianggap ilegal. "Hal ini bertentangan dengan UU No 29 tahun 2004 pasal 32 ayat 2 dan 3 yang menyebutkan dokter asing yang akan melakukan seminar harus mendapat izin dari organisasi dokter setempat. Kami sangat menyayangkan oknum dokter yang turut memfasilitasi kegiatan tersebut," Kata Ketua Badan Pembinaan Profesi IDI Wilayah DKI dr. Eddy Junaedy, SPoK kepada wartawan di Jakarta, Jumat. Dikatakan bahwa belakangan ini makin marak upaya pihak luar negeri untuk mempromosikan bisnis kesehatannya melalui cara-cara yang tidak sehat. "Undang-Undang Praktik Kedokteran (UUPK) No 29 Tahun 2004 adalah salah satu senjata ampuh menghadang ekspansi terhadap promosi ilegal kesehatan luar negeri," kata dia. Dia mengimbau agar setiap pelatihan yang mendatangkan dokter asing di Indonesia dapat berkoordinasi dengan Pengurus Besar Ikatan Kedokteran Indonesia. Imbauan tersebut dilontarkan menyusul diselenggarakannya kursus pelatihan untuk para dokter kulit dan kecantikan Indonesia oleh American Academy of Aestethic Medicine di sebuah hotel berbintang di 5-7 Mei lalu di Jakarta. Kursus pelatihan untuk dokter kulit tersebut menghadirkan pembicara dokter ahli dari luar negeri yang mengklaim ingin memperkenalkan berbagai metode terbaru di bidang kulit dan kecantikan (aestethic). Acara ini diselenggarakan salah satu organisasi kesehatan asal Singapura, Ezyhealth. Ketua Badan Pengembangan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan PB IDI, Prof.Dr.I.Oetama Marsis,Sp.OG, pada kesempatan sama menyatakan pihaknya menyambut positif kegiatan itu jika saja sudah melalui mekanisme dan prosedur yang berlaku. "Kami menganggap transformasi ilmu pengetahuan tetap diperlukan bila bisa dipertanggungjawabkan secara profesi. Karena itu setiap penyelenggaraan kegiatan yang melibatkan dokter asing harus mendapat persetujuan IDI agar kami bisa melakukan pendampingan serta pengawasan supaya tidak terjadi hal-hal yang dapat merugikan para pihak di kemudian hari," kata Oetama Marsis. "Ke depan kami akan bekerjasama dengan Depkes, Deplu, pihak kepolisian serta KKI untuk untuk mencegah berulangnya kejadian tersebut. Kami mensinyalir seminar, pelatihan, atau kursus-kursus ilegal yang melibatkan dokter-dokter asing ini banyak terjadi di beberapa kota lain di Indonesia, selain Jakarta, tanpa terdeteksi," tambahnya. Menurut Oetama, UUPK No 29 Tahun 2004 bukan hanya mengatur profesi dokter agar memiliki maksimum tiga izin praktik saja. Pasal 32 Ayat 2, yang diimplementasikan secara resmi 29 April 2007, mempertegas rambu-rambu dunia kedokteran Indonesia dengan meminta dokter atau dokter gigi asing yang akan memberikan pendidikan dan pelatihan harus mendapat persetujuan dari KKI.(*)

Pewarta:
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2008