Denpasar, (ANTARA News) - Made Wianta (58), seorang seniman kondang Bali menilai, penggarapan karya seni rupa belakangan ini kurang menawarkan sisi kebaruan dan kreativitas karena tersandera oleh "standarisasi nilai" akibat arus globalisasi. Karay seni rupa sekarang ini lebih cenderung mengarah kepada motif-motif abstrak, realis, impresionis, ekspresionis, surealis dan wayang, kurang menawarkan sisi kebaruan dan kreativitas. Ini yang jadi keprihatinan seorang Made Wianta. "Penggarapan tersebut menghasilkan karya yang miskin konsep dan wacana, sehingga mutu seni kanvas yang dihasilkan menurun, meskipun secara kuantitas mengalami kemajuan," kata Wianta di Denpasar Jumat. Seniman yang sering menggelar pameran ke berbagai negara itu menambahkan, kondisi seperti itu melahirkan karya seni ala wayang Bali, Dali, Van Gogh dan ala Picasso. Karya itu tidak menawarkan kebaruan maupun kreativitas secara konseptual. "Karya-karya jenis itu tidak memberikan pendefinisian yang mampu melahirkan karya berkonsep dan cerdas," katanya. Ia menambahkan, kecenderungan jagat seni rupa yang terjadi saat ini sulit dihindari akibat globalisasi. Hal lain yang lebih mengkhawatirkan merebaknya fenomena "standardisasi nilai" yang mengacu ke ajang lelang seni rupa. Kondisi tersebut melahirkan karya-karya seni rupa yang mengikuti selera pasar, kolektor, dan konsumen. Lelang tidak sepenuhnya berkonotasi negatif, namun perlu penyikapan agar perkembangan seni rupa tetap mengarah kepada kreativitas yang berkualitas. Kelemahan seni rupa Indonesia antara lain akibat tidak adanya lembaga berwibawa yang mampu memberikan penilaian secara objektif terhadap karya-karya yang dapat dipertanggungjawabkan terhadap dunia seni, ujar Wianta.(*)
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2008