Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah mengkombinasikan kajian bisnis dan teknologi sebagai acuan pembuatan regulasi terkait migrasi siaran televisi analog ke digital yang ditargetkan selesai pada 2015. "Tidak bisa dijalankan sendiri-sendiri, aspek bisnis, infrastruktur teknologi, dan kelembagaan harus fokus secara bersamaan," kata Dirjen Sarana Komunikasi dan Diseminasi Informasi (SKDI) Depkominfo, Freddy H Tulung, di Jakarta, Kamis.Sebagaimana diketahui, melalui Permen Menkominfo Nomor 7/2007 yang dikeluarkan 21 Maret tahun lalu, pemerintah telah menetapkan platform Digital Video Broadcasting for Terrestial (DVB-T) sebagai standar televisi digital teresterial di Indonesia.Dalam seminar "Great Opportunities Convergences Between Broadcasting, Multimeda and Telecoms Operatos in Indonesia," diselenggarakan Perum ANTARA, Freddy menyatakan, standar teknologi yang akan diadopsi di antaranya standar untuk kompresi dan "multiplexing". "Tantangannya beragam, seperti penyediaan pesawat penerima siaran televisi digital dengan harga terjangkau bagi masyarakat, atau penyediaan set-top box yang semurah mungkin," ujarnya. Saat ini di Indonesia terdapat 7 perusahaan penyiaran publik, 10 penyiaran swasta nasional, 5 penyiaran berlangganan, dan 9 penyiaran berlangganan lokal. Menurut Asosiasi Penyiaran Kabel dan Satelit Asia (The Cable & Sattelite Broadcasting Association of Asia/CASBAA), terdapat potensi pasar pesawat televisi rumah tangga di Indonesia mencapai 40-50 juta, dengan jumlah akses pemirsa mencapai sekitar 150 juta orang. "Bisnis penyiaran sangat potensial, tercermin dari permohonan pengajuan izin siaran yang mencapai 2.000 permohonan, dan sekitar 300 permohonan penyiaran televisi lokal," ujar Freddy. Namun ia mengutarakan, selain aspek bisnis pemerintah tetap juga harus melihat hal yang mendasar dari penyelenggaraan televisi berbayar yaitu kesiapan kanal dan frekuensi. "Kanal frekuensi merupakan sumber daya terbatas, sehingga pemanfaatannya harus-harus benar-benar efisien," katanya. Untuk mempercepat proses migrasi tersebut, pemerintah membentuk kelompok kerja mengkaji berbagai aspek seperti regulasi sistem, rencana induk frekuensi, dan teknologi infrastruktur, yang melibatkan Depkominfo, BPPT, Deperin dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Tim kelompok kerja ini juga mengkaji dan memberi masukan kepada pemerintah dalam hal siapa yang berhak Master Plan Frekuensi Digital. Bisnis Model Sementara itu, praktisi penyiaran televisi yang juga Direktur Teknik TV-One Alex Kumara menekankan pentingnya pemerintah melakukan pemetaan bisnis model karena menyangkut kepastian usaha penyiaran. "Saat ini sejumlah perusahaan telah melakukan investasi besar di bidang infrastruktur termasuk menambah jumlah relay di sejumlah daerah, sehingga perlu waktu cukup lama untuk penyesuaian teknologi termasuk menghitung kembali investasi yang telah dikeluarkan," kata Alex. Hambatannya adalah seberapa cepat membangun infrastruktur, termasuk kesiapan industri menyediakan perangkat set-top box semacam decoder untuk dapat menerima sinyal televisi digital, termasuk juga penyediaan perangkat televisi berteknologi tinggi. "Ibarat telur dan ayam, mana yang lebih dulu pembangunan jaringan atau penyediaan perangkat set-top box dengan harga murah dan massal," kata Alex yang juga pengurus pada Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI). Berdasarkan hambatan-hambatan tersebut, Alex memperkirakan bahwa target pemerintah bahwa migrasi tuntas pada 2015 tidak akan tercapai, atau lebih lambat empat hingga lima tahun. Hal senada diungkapkan Ketua KPI Pusat Sasa Djuarsa Sendjaja, menekankan perlunya percepatan penyelesaian regulasi yang mengatur seluruh aspek dalam penyelenggaraan televisi digital. "Bisnis penyiaran bergerak cepat, tetapi aturan dan birokrasi sering terlambat sehingga harus diantisipasi dengan membuat aturan-aturan yang sesuai dengan perkembangan pasar, kata Sasa. Ia berpendapat karena bisnis penyiaran juga melibatkan berbagai pihak atau industri lainnya, juga dibutuhkan regulasi yang harus sinkron dengan sejumlah Undang-Undang dan peraturan lainnya seperti UU Anti Monopoli oleh KPPU, UU Perseroan Terbatas, dan UU Penanaman Modal.(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008