New York (ANTARA) - Harga minyak pada akhir perdagangan Jumat (Sabtu pagi WIB), rebound dari penurunan dua hari sebelumnya, berdampingan dengan pasar ekuitas karena ekspektasi stimulus lebih lanjut oleh bank sentral membantu mengurangi kekhawatiran resesi.
Tetapi kenaikan minyak dibatasi setelah Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) memangkas perkiraan permintaan minyak global dalam prospek suram untuk sisa tahun 2019, karena pertumbuhan ekonomi melambat.
Kartel juga menyoroti tantangan pada tahun 2020 ketika saingan memompa produksi lebih banyak, membangun sebuah kasus untuk menjaga perjanjian yang dipimpin OPEC untuk menahan pasokan.
"OPEC membunuh angsa emas," kata Bob Yawger, direktur berjangka di Mizuho di New York. "Kami memiliki beberapa aksi reli kecil kembali ke hijau, karena pasar mencoba untuk mengikuti ekuitas yang lebih tinggi, tetapi fundamental dalam laporan ini sangat bearish sehingga membatasi aksi reli."
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Oktober naik 0,41 dolar AS atau 0,7 persen, menjadi ditutup pada 58,64 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange, setelah jatuh 2,1 persen pada Kamis (15/8/2019) dan jatuh 3,0 persen pada hari sebelumnya.
Sementara itu, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman September menambahkan 0,4 dolar AS atau 1,4 persen menjadi menetap pada 54,87 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange, setelah turun 1,4 persen pada sesi sebelumnya dan jatuh 3,3 persen pada Rabu (14/8/2019).
Sebelum laporan bulanan OPEC, Brent menyentuh tertinggi sesi di 59,50 dolar AS dan minyak mentah AS diperdagangkan pada 55,67 dolar AS, karena investor mengharapkan penurunan suku bunga lebih lanjut dari Federal Reserve dan langkah-langkah oleh Bank Sentral Eropa bulan depan untuk melawan pelemahan pertumbuhan.
Untuk minggu ini, kedua harga acuan minyak menambah keuntungan kecil setelah kerugian dua minggu berturut-turut, bahkan ketika tiga indeks utama Wall Street berada di jalur untuk meraup kerugian mingguan ketiga mereka, karena investor khawatir tentang risiko resesi dan ketegangan perdagangan AS-China.
BNP Paribas memangkas perkiraan 2019 untuk minyak mentah AS sebesar delapan dolar AS menjadi 55 dolar AS per barel dan untuk Brent sebesar sembilan dolar AS menjadi 62 dolar AS per barel, mengutip perlambatan ekonomi di tengah sengketa perdagangan.
Awal pekan ini, rilis data termasuk penurunan mengejutkan dalam pertumbuhan produksi industri di China ke level terendah lebih dari 17 tahun, dan penurunan ekspor yang mengirim ekonomi Jerman berbalik di kuartal kedua.
Harga Brent masih naik hampir 10 persen tahun ini dibantu oleh pengurangan pasokan yang dipimpin oleh OPEC dan sekutunya seperti Rusia, sebuah kelompok yang dikenal sebagai OPEC +.
Pada Juli, OPEC + setuju untuk memperpanjang penurunan produksi minyak hingga Maret 2020 untuk menopang harga.
"Pada titik apa pengurangan produksi lebih lanjut diperlukan pada akhir tahun ini dari OPEC dan Rusia guna menjaga keadaan seperti sekarang?" Kata Phin Ziebell, ekonom senior di National Australia Bank.
Seorang pejabat Saudi mengindikasikan bulan ini bahwa langkah lebih lanjut mungkin akan datang, mengatakan Arab Saudi berkomitmen untuk melakukan "apa pun yang diperlukan" untuk menjaga keseimbangan pasar tahun depan.
Upaya OPEC telah dirusak oleh kekhawatiran tentang ekonomi, serta meningkatnya stok minyak mentah AS dan produksi minyak serpih AS yang lebih tinggi.
Juga membatasi keuntungan minyak pada Jumat (16/8/2019), perusahaan energi AS minggu ini meningkatkan jumlah rig minyak yang beroperasi untuk pertama kalinya dalam tujuh minggu, kata perusahaan jasa energi General Electric Co (GE) Baker Hughes.
Jumlah rig minyak, indikator awal produksi masa depan, telah menurun selama delapan bulan terakhir karena perusahaan-perusahaan eksplorasi dan produksi independen memangkas pengeluaran untuk pengeboran baru karena mereka lebih fokus pada pertumbuhan pendapatan daripada peningkatan produksi.
Pewarta: Apep Suhendar
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2019