New York (ANTARA News) - Indonesia, yang saat ini menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan (DK) PBB, meminta dunia internasional agar tak mempolitisasi encana angin topan di Myanmar dengan membawa masalah itu ke DK PBB. "Kita menolak argumentasi seperti itu. Untuk membahas masalah bencana alam, forumnya bukan di Dewan Keamanan," tegas juru runding Indonesia di Dewan Keamanan, Marty Natalegawa. "Jangan dipolitisasi," kata Marty yang juga Wakil Tetap RI untuk PBB. Berkaca kepada pengalaman yang dihadapi Indonesia saat mengalami bencana, termasuk tsunami pada 2004, Marty mengatakan kemungkinan besar kesulitan dunia luar untuk menyalurkan bantuan ke Myanmar disebabkan sulitnya kondisi di lapangan. "Sangat mungkin bahwa hambatan penyaluran bantuan bukan karena alasan politis, tapi karena kompleksnya kondisi di lapangan. Janganlah negara-negara menafsirkan kesulitan teknis sebagai wujud ketidakseriusan Myamar," katanya. Myanmar, pada 10 Mei dijadwalkan mengadakan referendum untuk menentukan undang-undang dasar, setelah sekian lama ditekan masyarakat internasional untuk melakukan demokratisasi. Namun belum ada kepastian apakah pemungutan suara tanggal 10 Mei itu akan diundur, sehubungan dengan bencana alam angin topan dahsyat yang menelan belasan ribu korban jiwa ini. Kritis Sementara itu, Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon meminta pemerintah Myanmar untuk mempermudah kedatangan para utusan lembaga-lembaga internasional yang akan menyalurkan bantuan kemanusiaan bagi para korban bencana alam topan Nargis yang melanda negara di Asia Tenggara itu pada 2-3 Mei. Melalui juru bicaranya, Mari Okabe, di Markas Besar PBB, New York, Rabu, Ban Ki-moon menganggap situasi yang dihadapi rakyat Myanmar pada saat ini pasca amukan topan tergolong kritis, sehingga membutuhkan bantuan segera. "Melihat demikian besarnya bencana, Sekjen PBB mengimbau Pemerintah Myanmar untuk tanggap terhadap dukungan dan solidaritas dari dunia internasional, dengan memudahkan kedatangan para pekerja kemanusiaan serta izin masuk bagi bantuan yang berdatangan," kata Okabe. Di saat yang sama, Sekjen PBB menyatakan menyambut baik adanya berita, Rabu, yang mengatakan bahwa para pejabat badan bantuan PBB akan diizinkan masuk, Kamis (7/5), ke Myanmar untuk melakukan penaksiran soal bantuan dan upaya-upaya penanganan pasca bencana yang perlu diprioritaskan. Ban menyatakan kekhawatirannya melihat jumlah korban yang demikian besar. Menurut data yang dikeluarkan Pemerintah Myanmar, jumlah korban tewas telah mencapai 22.000 orang dan lebih dari 41.000 lainnya masih hilang. Perkiraan awal yang disebutkan dalam pernyataan pers Ban Ki-moon mengatakan bahwa jumlah warga yang kehilangan rumah akibat topan Nargis mencetak angka hingga 1 juta orang. Menurut kalangan media yang mengutip para pejabat AS di Myanmar, jumlah korban tewas telah mencapai 100.000 orang. Di DK PBB pada Rabu, sempat muncul gagasan dari sejumlah negara anggota agar masalah bencana Myanmar dibahas di Dewan Keamanan, terutama masalah kesulitan yang konon dialami sebagian kalangan internasional untuk menyalurkan bantuan ke negara yang dipimpin oleh junta militer tersebut. DK PBB -- yang bertugas menjaga perdamaian dan keamanan dunia -- saat ini terdiri dari lima anggota tetap dan 10 anggota tidak tetap. Anggota tetap yang juga memiliki keistimewaan hak veto terdiri dari AS, Inggris, Perancis, Rusia dan China, sementara anggota tidak tetap mencakup Indonesia, Belgia, Italia, Kroasia, Kosta Rika, Libya, Panama, Vietnam, Afrika Selatan, dan Burkina Faso. Namun pada hari yang sama argumentasi untuk membawa bencana Myanmar ke DK PBB akhirnya patah. (*)

Copyright © ANTARA 2008