Washington, (ANTARA News) - Sejumlah pejabat AS di Myanmar menerima informasi bahwa kemungkinan korban tewas di kawasan delta yang teserang topan mencapai lebih dari 100 ribu jiwa, kata diplomat tinggi AS di negara itu, Rabu. "Informasi yang kami terima menunjukkan bahwa mungkin lebih dari 100 ribu orang tewas di kawasan delta itu," kata Shari Villarosa, kuasa usaha Kedutaan Besar AS di Myanmar. Ia menyampaikan pernyataan itu kepada wartawan pada konferensi melalui telefon dari Yangon. Villarosa mengatakan, jumlah 100 ribu jiwa itu belum menjadi angka kematian yang dikonfirmasi, namun itu berdasarkan atas perkiraan yang diberikan oleh sebuah organisasi internasional non-pemerintah, namun ia menolak menyebutkan nama LSM itu. Diplomat tersebut mengatakan, angka perkiraan terakhir yang dikeluarkan pemerintah militer Myanmar bagi korban tewas topan itu mencapai 70 ribu, khususnya di kawasan delta tersebut. "Keadaan di kawasan delta itu terdengar semakin mengerikan." katanya. Menurut Villarosa, banyak orang tewas di sana karena dihantam gelombang pasang ketika mereka sedang tidur, dan air menenggelamkan atau menyapu mereka ke laut. Sangat sulit mencapai kawasan itu karena tidak ada banyak jalan yang bisa dilewati dan jembatan-jembatan telah hancur tersapu topan, katanya. Di daerah Yangon, dimana sebagian besar kerusakan terjadi akibat angin yang bekecepatan tinggi, pemerintah memperkirakan 600 atau 700 orang tewas, katanya. Ada risiko besar terjadi wabah penyakit karena kurangnya air bersih, kata Villarosa. "Ada risiko sangat nyata mengenai wabah penyakit." Ia menambahkan, pihak AS sedang melakukan upaya-upaya untuk bertemu dengan para menteri serta pejabat tinggi dan berharap menyampaikan pesan bahwa Myanmar membutuhkan upaya pertolongan internasional besar-besaran. "Namun ini sebuah rejim yang sangat paranoid," katanya mengenai junta militer Myanmar. "Saya hanya bisa memperkirakan bahwa semakin lama tertunda semakin banyak korban berjatuhan," tambah diplomat AS itu. Topan Nargis yang memiliki kecepatan angin 190 kilometer per jam menyerang Myanmar pada Sabtu pekan lalu. Yang terpukul paling parah adalah kawasan delta Irrawaddy, Yangon, Bago, Karen dan Mon. Besarnya bencana akibat topan yang menghancurkan itu membuat negara tersebut terpaksa menerima bantuan dari luar, sebuah kebijakan yang hampir tidak pernah dilakukan oleh para jendral Myanmar yang secara diplomatik terkucil, yang dengan angkuh menolak bantuan semacam itu setelah tsunami Lautan India pada 2004.(*)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2008