Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII) Rodli Kaelani, di Jakarta, Rabu, menilai, upaya menaikkan harga BBM merupakan pukulan berat bagi kehidupan masyarakat umum.
"Pemerintah tidak dapat hanya menggunakan logika-logika ekonomi makro dan alasan mengamankan kondisi APBN. Tetap prinsip keberpihakan terhadap kondisi kesulitan masyarakat harus menjadi ukuran utama," tandasnya kepada ANTARA, sehubungan `wacana` menaikkan harga sejumlah jenis Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi mulai Juni 2008 mendatang oleh Pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu (KIB).
Bagi Rodli Kaelani dkk di lingkup Pengurus Besar (PB) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), kebijakan menaikkan harga BBM itu, memperjelas posisi Pemerintah terhadap rakyat yang dipimpinnya.
"Lebih dari itu, situasi ini mencerminkan skenario dan konsepsi ketahanan minyak dan gas (Migas) serta energi Pemerintah kita yang amburadul ketika diperhadapkan dengan faktor-faktor eksternal di lingkup internasional," katanya.
Sanksi kemampuan para menteri KIB menerjemahkan kepentingan rakyat
Ia juga kini semakin menyangsikan kemampuan para menteri di lingkup KIB dalam menerjemahkan kepentingan rakyat banyak yang mayoritas miskin.
"Kebijakan menaikkan harga BBM lebih lanjut semakin mengartikan, bahwa para menteri di bidang ini tidak mampu lagi menerjemahkan kepentingan rakyat dan nasional kita. Karena, sudah jelas orientasi neo liberalisme `mindset` mereka lebih kuat," ungkapnya.
SBY-JK gagal lakukan perubahan akankah tekanan rakyat, mahasiswa mengkristal?
Lebih tegasnya, lanjut Rodli Kaelani, pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) - Jusuf Kalla (JK), gagal melakukan perubahan, dan karenanya `pressure` gerakan-gerakan mahasiswa harus mengkristal untuk melakukan penolakan atas kebijakan (menaikkan harga BBM) ini.(*)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008