Sleman (ANTARA) - Kongres Ke-11 Pancasila di Balai Senat Universitas Gadjah Mada (UGM) ditutup pada Jumat siang, selanjutnya pada kongres berikutnya akan mengundang peserta dari Prancis dan Afganistan.
Kongres XI Pancasila yang diisi dengan orasi kebangsaan oleh Wapres Jusuf Kalla, Menkominfo Rudiantara, dan Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X itu melibatkan 151 penyaji makalah dengan peserta sebanyak 411 orang.
Ketua Tim Perumus Kongres Pancasila Prof. Dr. Sutaryo mengatakan bahwa Kongres Pancasila pada tahun depan tidak hanya mengundang peserta dari dalam negeri, tetapi juga peserta dari luar negeri.
Menurut dia, beberapa negara mengaku tertarik untuk ikut kegiatan yang mengulas soal perkembangan ideologi Pancasila dan sejauh mana implementasinya dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara di Indonesia.
"Peserta dari Prancis dan Afganistan meminta untuk diundang. Pada tahun depan, Kongres Pancasila menjadi kongres internasional,” kata Sutaryo di sela-sela pembacaan hasil rumusan dan deklarasi Kongres XI Pancasila.
Baca juga: BPIP: Kongres Pancasila momentum strategis aktualisasikan Pancasila
Karfena mengundang peserta dari luar, kata dia, kongres yang berlaangung setiap tahun ini akan dipersiapkan dengan sebaik mungkin.
"Ketertarikan negara asing pada Pancasila bukan tanpa alasan sebab Pancasila sudah dikenal sejak lama, bahkan Pancasila pada tahun 1960 digaungkan di Sidang Umum PBB karena bisa menjadi piagam perdamaian dunia," katanya.
Dalam pembacaan penyampaian tujuh butir hasil rumusan dan lima butir deklarasi Kongres Pancasila kali ini, Sutaryo menegaskan bahwa Pancasila bukan mitos, melainkan etos bangsa dan logos dalam bentuk ilmu.
"Untuk mempekuat Pancasila, peran pengetahuan dan filsafat sangat penting," katanya.
Meski dijadikan ideologi dan etos kebangsaan, Pancasila menghadapi berbagai isu dan berita bohong yang berseliweran di media sosial lewat perkembangan teknologi dan informasi.
Baca juga: Wapres JK: Pancasila jangan hanya dijadikan bahan indoktrinasi
"Kita perlu mencermati secara saksama banyak penyebaran berita bohong yang bertujuan melawan Pancasila dan merebut kekuasaan pemerintah," katanya.
Oleh karena itu, pelaksanaan Pancasila hendaknya melalui contoh dan sikap keteladanan dalam tataran praktis dan inspiratif.
Selain itu, dia menghimbau seluruh warga negara tidak tinggal diam apabila ideologi Pancasila dirongrong oleh penyebaran paham radikalisme dan ideologi transnasional.
"Kekacauan yang terjadi di banyak negara karena silent majority, memilih diam, di Indonesia sekitar 90 persen saya kira masih mencintai Pancasila. Maka, harus berteriak, bicara, dan menjalankan Pancasila sebagai dasar hubungan bermasyarakat," katanya.
Baca juga: Wapres minta akademisi UGM ciptakan indeks Pancasila
Kepala Pusat Studi Pancasila UGM Agus Wahyudi, Ph.D. mengatakan bahwa peneguhan Pancasila sebagai ideologi bangsa dan alat pemersatu memerlukan komitmen dan tindakan bersama seluruh anak bangsa. Pasalnya, pembentukan identitas kebangsaan dan rasa nasionalisme tidak pernah selesai.
"Nasionalisme itu selalu berlanjut dan tidak pernah selesai. Semua berada di tangan kita untuk terus mendorong generasi muda mencintai Pancasila," katanya.
Pewarta: Victorianus Sat Pranyoto
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2019