Denpasar (ANTARA News) - Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda mengingatkan pentingnya kebebasan berekspresi dilandasi toleransi dan pertimbangan menjaga kerukunan sosial masyarakat yang majemuk. "Belakangan ini terdapat kontroversi masalah kartun dan tayangan film 'Fitna'. Itu menunjukkan bahwa toleransi sangat penting dalam upaya menjaga kerukunan sosial masyarakat yang majemuk," katanya di Nusa Dua, Bali, Rabu. Hassan mengungkapkan hal itu saat membuka "Global Inter-Media Dialoque" (GIMD) ke-3 yang diikuti 130 wartawan dari 60 negara, guna membahas berbagai isu terkait perkembangan media massa. Hassan Wirajuda menyebutkan kebebasan berekspresi merupakan sebuah hak azasi dan penghilangan hak tersebut melalui kekerasan merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan. "Kebebasan berekspresi merupakan suatu tuntutan politik, sosial dan ekonomi. Perlu diingat, tidak ada kebebasan yang absolut. Kebebasan berekspresi dibatasi oleh hak-hak," katanya. Pembukaan kegiatan internasional ini ditandai pemukulan kentongan atau "kulkul" dan dihadiri Wakil Menteri Kebudayaan dan Gereja Norwegia, Wegard Harsvik. Sejumlah tokoh pers Indonesia, seperti Bambang Harimurti dan pimpinan media, di antaranya Dirut Perum LKBN ANTARA Ahmad Mukhlis Yusuf, berbaur bersama jurnalis dari berbagai negara. Kegiatan ini juga akan membahas kontroversi gambar kartun dan film 'Fitna' yang juga memunculkan gambar kartun Nabi Muhammad SAW dengan surban berbentuk bom di kepala. Sebelumnya Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki moon, ikut mengutuk beredarnya film tersebut. "Saya mengutuk keras penayangan film Geert Wilder yang sangat ofensif anti-Islam," kata Ban. Menurut Sekjen PBB, kebebasan bukanlah untuk menyerang dan menumbuhkan kebencian. Protes keras juga datang dari Sekjen OKI, Ekmeleddin Ihsanoglu, yang menilai film itu sebagai perlakuan diskriminasi yang disengaja terhadap kaum Muslimin untuk menimbulkan kebencian dan usaha penistaan agama yang semata-mata bertujuan memprovokasi permusuhan. Menurut Direktur Informasi dan Media Departemen Luar Negeri, M Sastromihardjo, pertemuan 6-9 Mei 2008 itu merupakan kelanjutan pertemuan serupa yang digelar di Norwegia tahun 2007, setelah tahun 2006 juga diadakan di Bali. Pertemuan di Bali kali ini juga akan memutuskan apakah pertemuan berikutnya masih akan dilanjutkan tahun depan atau tidak. (*)
Copyright © ANTARA 2008